Senin, 26 Agustus 2013

Kekurangan Vitamin A (KVA)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi anak kecil, diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia dan dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh yang lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja hingga masuk ke usia dewasa. (Keith dan West, 2008)
Meskipun konsekuensi kesehatan dari KVA tidak digambarkan dengan baik di atas anak usia dini, namun data terakhir menunjukkan bahwa KVA pada wanita usia reproduksi dapat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian selama kehamilan dan  periode awal postpartum. KVA yang berat pada maternal juga memberikan kerugian bagi anak baru lahir karena dapat akibatkan peningkatan kematian dibulan pertama kehidupan. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya pemahaman tentang  KVA maka sangat penting bahwa beban kesehatan yang dihasilkan dikuantifikasi setepat mungkin, sebagai dasar tindakan dan pemantauan serta evaluasi program pencegahan selanjutnya. Kemajuan telah dilakukan selama 4 dekade terakhir dalam memperkirakan beban KVA,  terutama dengan menggabungkan dan mengekstrapolasikan data prevalensi dari negara dimana telah dikumpulkan dalam populasi dengan profil demografis yang sama dan risiko yang telah diantisipasi. Dalam beberapa tahun terakhir, KVA telah diperkirakan mempengaruhi antara 75 dan 254 juta anak prasekolah setiap tahun, jauh dari jarak  yang akurat. Tidak ada perkiraan permasalahan kesehatan global KVA ibu atau adanya insidensi tahunan kebutaan malam ibu (XN). ( Arlappa, 2012; Keith dan West, 2008)
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG)  yang berkepanjangan akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian yang serius. Oleh karena itu dirasakan perlunya Program penanggulangan masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA terutama ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita dan wwanita yang berada pada usia reproduksi. Program ini sejalan dengan Vision 2020 The Right to Sight yang bertujuan untuk menurunkan masalah kebutaan di Indonesia.( Heijthuijsen, et al ,2013)


1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis ingin menyajikan makalah mengenai Kekurangan Vitamin A (KVA) yang meliputi pengertian, penyebab, faktor resiko, hingga pada terapi dan program pencegahan Kekurangan Vitamin A (KVA) di Indonesia.
1.3.  Tujuan Penulisan
Yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran umum mengenai KVA (Kurang Vitamin A) beserta program – program yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan masalah KVA ini.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vitamin A
2.1.1. Pengertian Vitamin A
Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak atau minyak dan merupakan vitamin yang esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Vitamin A stabil terhadap panas, asam dan alkali tetapi sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak pada suhu tinggi. (Olson dan Mello,2011)
Vitamin A merupakan komponen penting dari retina (selaput jala), maka fungsi utama adalah untuk penglihatan. Disamping itu vitamin A juga membantu pertumbuhan dan mempunyai peranan penting dalam jaringan epitel. (Marsetyo & Karta Sapoetra, 2003)
2.1.2. Indikator Status Vitamin A
2.1.2.1. Indikator Saat Ini
Indikator biologis, fungsional dan histologis status vitamin A meliputi xerophthalmia, rabun senja, sitologi konjunctiva serta tes adaptasi gelap (adaptometry) (Tabel 1). Saat ini, buta senja selama kehamilan dan tes adaptasi gelap telah diusulkan sebagai metode penilaian populasi oleh IVACG pada tahun 2001. Sementara tes tanda dan fungsi mata masih digunakan pada daerah dimana terjadi kekurangan vitamin A yang berat, kekurangan vitamin A subklinis lebih sering terjadi. Conjunctival impression
cytology (CIC) telah digunakan pada penelitian namun tampak memberikan pengaruh yang negative pada negara kering Afrika. Peralatan yang penting untuk melakukan CIC tidaklah mahal. Singkatnya, lingkaran kecil kertas saring dengan cepat menyentuh ke permukaan mata menggunakan perangkat pompa manual untuk dalam posisi memegang kertas. Kertas saring kemudian ditempatkan dalam fiksasi dan kemudian diwarnai untuk membedakan sel goblet dari sel endotel. Sel-sel goblet dihitung di bawah mikroskop dan mata diklasifikasikan sebagai normal atau abnormal berdasarkan jumlah sel goblet. Dalam pengalaman kami dengan anak-anak Indonesia, banyak yang hanya memiliki satu mata yang abnormal, yang berkorelasi dengan indikator status vitamin A  yang lebih sensitif lainnya hasilnya menjadi normal. (Tanumihardjo,2011)
Metode pemeriksaan biokimia yang tersedia termasuk serum retinol dan konsentrasi retinol dalam air ASI, respon terhadap dosis relatif dan tes respon terhadap  dosis relative yang dimodifikasi serta tes deuterated retinol isotope dilution (Tabel 2). (Tanumihardjo,2011)
Konsentrasi retinol serum telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi populasi yang berisiko terhadap KVA. Kelemahan utama dari serum retinol adalah sampel darah yang diperlukan. Selain itu, pada orang sehat, konsentrasi serum retinol yang secara homeostatik dikontrol dan tidak mulai menurun sampai cadangan vitamin A di hati yang sangat rendah. Selanjutnya, protein pengikat retinol (RBP) adalah negatif protein fase akut, sehingga serum retinol dan konsentrasi RBP akan turun selama masa infeksi. Karena tingginya tingkat infeksi pada anak-anak yang beresiko KVA dan mekanisme homeostatis, serum retinol tidak selalu merespon strategi intervensi vitamin A. Status nutrisi lainnya, khususnya kekurangan zat besi, mungkin juga berpengaruh negatif terhadap konsentrasi serum retinol. Kekurangan zat besi juga dapat menurunkan penggerakan vitamin A dari penyimpanan hati. Konsentrasi retinol ASI juga telah diajukan sebagai ukuran status vitamin A pada populasi. Pengumpulan ASI kurang invasif dan biasanya lebih mudah daripada menggambar darah. Sampel ASI tidak perlu diproses lebih lanjut di Field Station, sehingga mempersingkat waktu persiapan sampel. Sementara indikator yang unik untuk ibu menyusui, status ibu biasanya dapat menjadi prediksi perawatan bayi. Oleh karena itu, jika perempuan menyusui dari masyarakat yang memiliki status vitamin A marginal, kemungkinan besar bahwa anak - anak pada masyarakat tersebut juga berisiko mengalami KVA. Kami telah menyederhanakan uji ASI dengan menggunakan 3,4-didehydroretinyl asetat sebagai standar internal. Meskipun efisiensi ekstraksi (atau tingkat saponifikasi) yang diperoleh adalah 23-89% dengan memvariasikan masa saponifikasi, CV metode ini hanya 4,1 dan 1,8% untuk masing – maisng 250 dan 500 L sampel  ASI. Selama 2 dekade terakhir, metode lain untuk menentukan status vitamin A telah dikembangkan bahwa yang lebih mencerminkan cadangan  vitamin A di hati merupakan standar emas. (Tanumihardjo et al, 2007)
Tes relative dose response (RDR), yang meliputi memberikan dosis rendah retinyl ester dan mengambil sampel darah  0 dan 5 jam setelah dosis dan menghitung peningkatan dalam persen telah digunakan dalam beberapa penelitian. Tes RDR berdasarkan prinsip bahwa selama kurangnya vitamin A apo-RBP terakumulasi di hati. Dengan memberikan sebuah tantangan dosis retinil ester, yang akan mengikat retinol dengan kelebihan RBP dan dikirim keluar ke serum sebagai holo-RBP-retinol kompleks. Modifikasi dari metode ini dibuat dengan menggunakan 3,4-didehydroretinyl acetate sebagai dosis tantangan dan selanjutnya disebut modified relative dose response (MRDR) tes. Karena konsentrasi sirkulasi 3,4-didehydoretinol sangat rendah didalam plasma manusia, sampel darah tunggal adalah semua yang diperlukan 4 sampai 6 jam setelah dosis dan rasio 3,4-didehydoretinol ke retinol dihitung. Pada anak-anak Amerika yang sehat dan orang dewasa dari keluarga berpendapatan menengah hingga tinggi, nilai-nilai MRDR ( rasio dehydroretinol terhadap retinol pada 5 jam pasca dosis) selalu ditemukan 0,04 (Tanumihardjo dan Olson,2006).
Tes MRDR telah digunakan secara luas diseluruh dunia untuk mendiagnosa status subklinis vitamin A. penelitian di Indonesia telah menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok anak – anak yang tinggal secara harfiah berbeda satu sama lain. Status rendah vitamin A pada wanita hamil dan menyusui di negara sedang berkembang telah menunjukkan besarnya presentase nilai MRDR abnormal. (Tanumihardjo et al,2007)
2.1.2.2 Indikator Di Masa Depan
Metode yang dalam pengembangan meliputi DBS retinol determinasi, konsentrasi protein pengikat retinol dan retinol binding protein untuk rasio transthyretin (RBP: TTR), retinoyl-glukuronida (RAG) uji hidrolisis dan C-retinol isotop uji dilusi 13 menggunakan gas kromatografi-pembakaran-rasio isotop spektrometri massa (GCCIRMS) deteksi (Tabel 2).( Craft,2009)
Sumber : Tanumihardjo,2008
2.1.3. Manfaat Vitamin A
a. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila kita dari cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan yang remang-remang cahayanya, maka kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia didalam darah. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu disebabkan karena kekurangan vitamin A.(Melenotte et al.,2012)
b. Pertumbuhan dan Perkembangan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak – anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhannya.  Dimana vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat. (Tansuğ N, et al. 2010)
c. Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A  dalam bentuk retinol. Hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam melahirkan. Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan kandung kemih.(Knutson dan Dame,2011)
d. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia. Dimana kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang (Almatsier,2008).

e. Perkembangan Jantung
            Defek kardiak dan cabang aorta diamati sebagai bagian dari sindroma kekurangan vitamin A. singkat kata, peranan vitamin A dalam perkembangan jantung mamalia meliputi  pembentukan pipa pola jantung dan lingkaran, ruang dan katup saluran keluar, trabekulasi ventrikel, diferensiasi kardiomiosit dan pengembangan pembuluh koroner. (Knutson dan Dame,2011)
f. Perkembangan Ginjal dan Saluran Kencing
            Kekurangan vitamin A pada kehamilan dapat berkorelasi dengan kekurangan jumlah nefron sub-klinis dan sedikit defisit nefron yang tidak disadari pada saat lahir, tapi mungkin bisa berkontribusi dalam jangka panjang terjadinya gagal ginjal dan hipertensi. (Knutson dan Dame,2011)
g. Diafragma
            Fungsi diafragma sebagai otot utama respirasi dan sebagai pembatas antara rongga dada dan perut. Hernia diafragma kongenital (CDH) terjadi pada sekitar satu dari 3000 kelahiran, dan berhubungan dengan kematian neonatal yang tinggi. Vitamin A sangat penting bagi perkembangan diafragma normal, dan telah disimpulkan bahwa gangguan sinyal retinoid dapat berkontribusi pada etiologi dari gangguan manusia. (Knutson dan Dame,2011)
h. Paru dan Saluran Nafas Atas serta Aliran Udara
Defek Respirasi termasuk agenesis paru kiri, hypoplasia paru bilateral, dan agenesis esophagotracheal septum digambarkan dai lam sindroma KVA awal namun dikarakteristikkan sebagai kelainan yang jarang terjadi. Paru berkembang dari foregut endoderm selama perekembangan awal embrio. RA dari mesoderm splanchnic di sekitar endoderm foregut telah penting ditemukan untuk pembentukan tunas paru primordial. Sebuah laporan terbaru di New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa, di daerah endemik dengan defisiensi vitamin A (retinol), anak-anak yang ibunya menerima suplementasi vitamin A sebelum, selama, dan selama 6 bulan setelah kehamilan memiliki fungsi paru-paru yang lebih baik ketika mereka diuji pada 9 sampai 11 tahun daripada anak-anak yang ibunya menerima suplemen beta karoten atau plasebo. Selain itu, mereka menemukan bahwa periode di mana suplementasi dengan vitamin A yang paling penting adalah dari kehamilan usia postnatal dari 6 bulan. (Knutson dan Dame,2011)
2.1.4. Sumber Vitamin A
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari makanan yang di konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari makanan juga dari suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air Susu Ibu (Sugiarno. 2010). ASI tetap menjadi sumber yang penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang banyak terdapat secara alami dalam buah-buahan dan sayur-sayuran). Karoten dapat membantu sistem kekebalan tubuh. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat mensintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya. (Dinkes Jateng, 2007)
Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas dianjurkan banyak mengkonsumsi sayuran terumata yang banyak mengandung Vitamin A. (Sugiarno. 2010)
 Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata. Sekalipun pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin A adalah salah satu zat gizi esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Untuk memperolehnya harus diambil dari sumber diluar tubuh terutama dari sumber alam, seperti bahan sereal, umbi, biji-bijian, sayuran, buah-buahan, hewani dan bahan-bahan olahan lainnya.(Desi & Dwi, 2009)
2.1.5. Kebutuhan Vitamin A
Kebutuhan vitamin A yang dianjurkan untuk anak balita 250 mikrogram retinol (vitamin A) atau 750 mikrogram beta-karotin sehari (Kardjati dan Alisjahbana, 2005). Sedangkan kebutuhan wanita menyusui berumur 19 tahun keatas dianjurkan mengkonsumsi 1.300 mikrogram vitamin A per hari. Vitamin A atau aseroftol mempunyai fungsi-fungsi penting di dalam tubuh yaitu (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003) :
a. Pertumbuhan sel-sel epitel;
b. Proses oksidasi dalam tubuh;
c. Mengatur rangsang sinar pada saraf mata.
Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan kelangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang Indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (2007) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari kesehatan tubuh orang Indonesia. (Widyakarya Nasional, 2007)
Tabel 1. Daftar Kecukupan Vitamin A
Sumber: Almatsier, 2003
2.1.6. Klasifikasi KVA
Kekurangan vitamin A merupakan masalah nutrisi kesehatan masyarakat di negara berkembang. Berdasarkan World Health Organization (WHO), konsentrasi serum retinol diklasifikasikan menjadi ;
a.       Normal
Apabila konsentrasi serum retinol  ≥0.70 μmol/L
b.      Marginal
Apabila konsentrasi serum retinol  0.35-0.70 μmol/L
c.       Deficient
Apabila konsentrasi serum retinol  <0.35 μmol/L
Kesehatan masyarakat mengenai derajad beratnya KVA dikategorikan dalam mild, moderate, dan severe. Dikatakan mild jika prevalensi dari anak –anak usia pra sekolah atau ibu hamil dengan konsentrasi plasma serum 2-10%, moderate jika prevalensi konsentrasi plasma serum 10-20%, dan severe apabila prevalensi konsentrasi plasma serum ≥20%.
WHO membagi cakupan KVA kedalam dua kelompok utama yaitu: Xerophthalmia dan rabun senja sebagai masalah kesehatan yang serius  pada negara yang termasuk kelompok pertama, seperti diantaranya negara di Afrika dan Asia Tenggara. Pada negara yang termasuk kedalam kelompok kedua, tanda klinis KVA jarang terdeteksi namun marginal KVA sekitar 10-30% dari populasinya dan direkomendasikan monitoring status vitamin A secara berkelanjutan. The Pan-American Health Organization (PAHO) memutuskan bahwa KVA sebagai masalah kesehatan masyarakat ketika 15% atau lebih populasi menunjukkan konsentrasi plasma serum of 0.70 μmol/L. diantara wanita, dua batas konsentrasi retinol digunakan untuk estimasi KVA apabila 0.70 μmol/L dan untuk status deficient vitamin A jika 1.05 μmol/L. Konsentrasi  retinol pada ASI kurang dari 1.05 μmol/L merupakan KVA pada ibu menyusui. Prevalensi <10%, ≤10 to <25%, ≥25%  dari retinol ASI 1.05 μmol/L mengindikasikan KVA golongan mild, moderate dan severe pada masalah kesehatan masyarakat. (Tansuğ N, et al. 2010)
2.1.7. Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A
Kekurangan vitamin A sering terjadi pada anak balita. Gangguan pada mata dapat terjadi dalam beberapa tahap, tergantung berat ringannya defisiensi vitamin A, terganggunya kemampuan untuk beradaptasi dan melihat dalam kondisi gelap, xerophthalmia, hingga akhirnya mengalami kebutaan dapat terjadi. Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A. kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea dengan tanda pemburaman. Pelapisan sel epitel kornea yang akhirnya berakibat melunaknya dan bisa pecah yang menyebabkan kebutaan total. Beberapa tanda dan gejala lain jika kekurangan vitamin A adalah kelelahan yang sangat, anemia, kulit menjadi kering, gatal dan kasar. Pada rambut dapat terjadi kekeringan dan gangguan pertumbuhan rambut dan kuku. (Almatsier, 2008)  
Gejala dini dari akibat kekurangan Vitamin A adalah buta senja (niktatopia). Penderita buta senja tidak dapat melihat dalam keadaan gelap. Apabila gejala buta senja ini tidak dapat ditanggulangi maka akan muncul gejala lebih lanjut yaitu Konjungtiva serosis (pengeringan selaput bening yang menutupi bagian depan bola mata). Dapat pula terjadi kelainan dalam bentuk lain yaitu adanya bercak pada bola mata (disebut bercak bitot). Bercak bitot merupakan bintik-bintik warna kelabu terang dan berbusa yang terdapat di konjungtiva mata. Meskipun diakui sebagai manifestasi kekurangan Vitamin A akan tetapi kekurangan Vitamin A menyebabkan timbulnya bercak bitot. Tanda klinis selanjutnya adalah pengeringan pada kornea mata (kornea serosis). Gejala kekurangan Vitamin A yang paling serius, kornea mata menjadi keruh, kering dan melunak. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi tergantung bersarnya kerusakan pada kornea mata. Pengobatan segera dapat dan tuntas dapat mengembalikan fungsi kornea mata, akan tetapi pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan kebutaan total. Keseluruhan gejala yang terjadi pada mata akibat kekurangan Vitamin A secara umum disebut Xerophtalmia. (Sugiarno. 2010)
2.1.8.  Masalah – Masalah Yang Berhubungan Dengan Vitamin A
1. Kelebihan Vitamin A
Hipervitaminosis Vitamin A adalah suatu kondisi dimana kadar vitamin A dalam darah atau jaringan tubuh sangat tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan. Hipervitaminosis Vitamin A ada 2 ( dua ) macam, yaitu :
a.       Hipervitaminosis Akut yang disebabkan karena pemberian dosis tunggal Vitamin A yang sangat tinggi, atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena dikonsumsi dalam periode 1-2 hari. Pengobatannya adalah dengan menghentikan suplementasi Vitamin A dan pengobatan simptomatis.
b.      Hipervitaminosis Kronis yang disebabkan karena mengkonsumsi Vitamin A dosis tinggi yang berulang-ulang dalam jangka waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Keadaan ini biasanya hanya terjadi pada orang dewasa yang mengatur pengobatannya sendiri. Pengobatannya adalah dengan menghentikan suplementasi Vitamin A dan pengobatan simptomatis.
Jika seseorang mengkonsumsi Vitamin A dosis tinggi  yang melebihi 200.000 SI, maka sebagaian besar dari Vitamin A yang berlebihan tersebut dalam bentuk yang tidak berubah akan dikeluarkan melalui air seni dan tinja dan selebihnya disimpan dalam hati. (Sugiarno, 2010)
2. Kekurangan Vitamin A
Gejala dini dari akibat kekurangan Vitamin A adalah buta senja (niktatopia). Penderita buta senja tidak dapat melihat dalam keadaan gelap. Apabila gejala buta senja ini tidak dapat ditanggulangi maka akan muncul gejala lebih lanjut yaitu Konjungtiva serosis (pengeringan selaput bening yang menutupi bagian depan bola mata). Dapat pula terjadi kelainan dalam bentuk lain yaitu adanya bercak pada bola mata (disebut bercak bitot). Bercak bitot merupakan bintik-bintik warna kelabu terang dan berbusa yang terdapat di konjungtifa mata. Meskipun diakui sebagai manifestasi kekurangan Vitamin A akan tetapi kekurangan Vitamin A menyebabkan timbulnya bercak bitot. Tanda klinis selanjutnya adalah pengeringan pada kornea mata (kornea serosis). Gejala kekurangan Vitamin A yang paling serius, kornea mata menjadi keruh, kering dan melunak. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi tergantung bersarnya kerusakan pada kornea mata. Pengobatan segera dapat dan tuntas dapat mengembalikan fungsi kornea mata, akan tetapi pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan kebutaan total. Keseluruhan gejala yang terjadi pada mata akibat kekurangan Vitamin A secara umum disebut Xerophtalmia. Defisiensi vitamin A pada orang dewasa juga akan berakibat pada terjadinya kasus campak yang berat. Namun  orang dewasa yang kekurangan vitamin A namun tidak terinfesi campak dapat beresiko tinggi terhadap banyak penyakit berat apabila mereka terinfeksi virus.( Sugiarno, 2010 dan Melenotte et al,2012)
3. Dampak Kekurangan Vitamin A Bagi Anak
Dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain :
a.       Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
b.      Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga kulit tangan dan kaki bersisik.
c.       Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
d.      Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis konjungtiva), bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot), bagian kornea kering dan kusam (Xerosis kornea), sebagian hitam mata melunak ( Keratomalasia ), Seluruh kornea mata melunak seperti bubur (Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis (Xeroftahalmia Scars).
e.       Terhentinya proses pertumbuhan.
f.       Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
g.       mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya komplikasi pada anak-anak serta menghambat penyembuhan. (Melenotte et al,2012)
Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis Vitamin A yang terlalu tinggi  dalam waktu yang lama dapat menimbulkan akibat yang kurang baik antara lain :
a.       Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak tersebut cengeng, pada sekitar tulang yang panjang membengkak, kulit kering dan gatal-gatal.
b.      Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mual-mual dan diare. (Sugiarno. 2010)  
2.1.9.  Pencegahan dan Pengobatan KVA
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meni ngkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare, dan penyakit infeksi lain) (Depkes RI, 2009)
Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk memelihara kesehatan ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja pada ibu menyusui, suatu kondisi yang kerap terjadi karena kurang vitamin A (KVA). Berhubungan erat pada kejadian anemia pada ibu, kekurangan berat badan, kurang gizi, meningkatnya resiko infeksi dan penyakit reproduksi, serta menurunkan kelangsungan hidup ibu hingga dua tahun setelah melahirkan (Dinkes Jateng, 2007)
Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik dan tinggal di Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas dalam tubuhnya (hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk sekitar dua minggu). Di Negara berkembang, pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi sangat bergantung pada vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu, sangatlah penting bahwa ASI mengandung cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan ASI akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan dengan anak-anak yang mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu tertentu. Berbagai studi yang dilakukan mengenai vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A setelah melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam pada anak-anak tersebut dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan janin dan produksi ASI.
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
  1. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis 100.000 SI (warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.
  2. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis 200.000 SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.
  3. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI (Depkes RI, 2009).
d.      Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama kehamilan sebagai bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal and infant morbidity dan mortality. Namun, pada daerah dimana terdapat masalah kesehatan publik yang berat yang berkaitan dengan kekurangan vitamin A, maka suplementasi  vitamin A direkomendasikan untuk mencegah rabun senja. Secara khusus, wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga 10,000 IU vitamin A setiap harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu. Suplementasi dapat dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan hingga melahirkan. Hal ini perlu ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi populasi berisiko sebagai mereka yang prevalensi menderita rabun senja ≥5% pada wanita hamil atau  ≥5% pada anak – anak yang berusia 24–59 bulan.( McGuire, 2012)
e.       Ibu nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah direkomendasikan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas  pada ibu dan bayi. ( McGuire S. 2012)
Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat orang menjadi kurus juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan vitamin A. penyakit usus yang menahun akan mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus terganggu. Untuk melakukan pengobatan harus berobat pada dokter dan biasanya dokter akan memberikan suntikan vitamin A setiap hari sampai gejalanya hilang. Untuk mencegah kekurangan vitamin A makanlah pepaya, wortel dan sayur-sayuran yang berwarna ( Hassan, 2008).
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan Program ini adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh wilayah Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A didistribusikan secara gratis kepada semua anak yang mengunjungi Posyandu dan Puskesmas. Vitamin A yang terdapat dalam kapsul tersebut cukup untuk membantu melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa penyakit yang pada gilirannya akan membantu menyelamatkan penglihatan dan kehidupan mereka ( Maryam, 2010 ).
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan proteinkalori mal nutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi.
Pencegahan dan pengobatan di kutip berdasarkan keterangan dari brosur suplementasi vitamin A kapsul yang terdiri dari :
a.       Kapsul vitamin A berwarna biru (100.000 IU)
Tiap kapsul mengandung vitamin A palmitat 1,7 juta IU 64.7059 mg (setara dengan vitamin A 100.000 IU) dengan dosis
1)  Pencegahan bayi umur 6 bulan – 11 bulan : 1 kapsul
2)  Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
-  Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
-  Hari berikutnya 1 kapsul
-  4 minggu berikutnya 1 kapsul
3)  Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi lainnya diberi 1 kapsul.
  1. Kapsul vitamin A berwarna merah (200.000 IU) tiap kapsul vitamin A mengandung palmitat 1,7 juta IU 129.5298 mg (setara dengan vitamin A 200.000 IU) dengan dosis :
1). Pencegahan bayi umur 1 tahun – 3 tahun : 1 kapsul
2). Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia :
-  Saat ditemukan segera beri 1 kapsul
-  Hari berikutnya 1 kapsul
-  4 minggu berikutnya 1 kapsul
3). Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi dan infeksi  lainnya diberi 1 kapsul ( Puspitorini, 2007).

2.1.10.  Jadwal Pemberian Dosis Vitamin A
Anak-anak yang mengalami gizi kurang mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A, karena alasan ini vitamin A dosis tinggi harus diberikan secara rutin untuk semua anak yang mengalami gizi kurang pada hari pertama, kecuali bila dosis yang sama telah diberikan pada bulan yang lalu. Dosis tersebut adalah sebagai berikut: 50.000 IU untuk bayi berusia < 6 bulan, 100.000 IU untuk bayi berumur 6  -  12 bulan , dan 200.000 IU untuk anak berusia > 12 bulan.  Jika terdapat tanda klinis dari defisiensi vitamin A (seperti rabun senja, xerosis konjungtiva dengan bitot’s spot, xerosis kornea atau ulceration, atau ketomalasia), maka dosis yang tinggi harus diberikan untuk dua hari pertama, diikuti dosis ketiga sekurang-kurangnya 2 minggu kemudian (Maryam, 2010).
2.1.11.  Efek Samping dari Penggunaan Vitamin A
Pemberian vitamin A dengan dosis yang terlalu tinggi dan terjadi dalam waktu yang lama dapat menjadi toksin (racun) bagi tubuh. Hipervitaminosis A banyak dijumpai pada anak-anak dengan tanda-tanda cengeng, bengkak disekitar tulang-tulang yang panjang, kulit kering dan gatal. Hipervitaminosis A dapat terjadi dalam 2 tingkat :
a.       Hipervitaminosis A akut, yaitu jika anak usia 1 tahun –  5 tahun mengkonsumsi lebih tinggi (300.000 IU) dosis tunggal, mungkin akan menderita mual, sakit kepala dan anoreksia (tidak nafsu makan). Penonjolan ubun-ubun juga dapat terjadi pada balita < 1 tahun dan akan hilang dalam waktu 1 hari – 2 hari.
1)      Terjadi akibat pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasukdosis besar karena di konsumsi dalam periode 1 hari – 2 hari.
2)      Pengobatannya dilakukan dengan cara pemberian vitamin A dan pengobatan simptomatis.
b.      Hipervitaminosis A kronis, yaitu jika bayi dan balita mengkonsumsi > 25.000 IU tiap hari selama > 3 bulan atau beberapa tahun baik yang berasal dari makanan maupun dari pemberian vitamin A dosis tinggi.  Biasanya hanya terjadi pada orang dewasa.
1)      Pada anak usia muda dan bayi biasanya dapat menyebabkan anoreksia, kulit kering, gatal-gatal serta kemerahan di kulit, peningkatan intracranial, bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan bengkak.
2)      Pengobatannya sama dengan hipervitaminosis A akut. (Depkes,2008)







BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari serangkaian penulisan makalah di atas adalah sebagai berikut:
1.      Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak atau minyak dan merupakan vitamin yang esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup.
2.      Vitamin A stabil terhadap panas, asam dan alkali tetapi sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak pada suhu tinggi.
3.      Program penanggulangan masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA terutama ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita.
4.      Kesehatan masyarakat mengenai derajad beratnya KVA dikategorikan dalam mild, moderate, dan severe.
5.      Hipervitaminosis Vitamin A adalah kadar vitamin A dalam darah sangat tinggi sehingga menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang tidak diinginkan.
6.      Vitamin A yang berlebihan tersebut dalam bentuk yang tidak berubah akan dikeluarkan melalui air seni dan tinja dan selebihnya disimpan dalam hati.
7.      Dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain yaitu hemarolopia atau rabun senja, frinoderma, pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea, keratomalasia, ulserasi kornea, xeroftahalmia scars, terhentinya proses pertumbuhan, serta terganggunya pertumbuhan pada bayi.
  1. Ibu hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak, berisiko mengalami KVA karena pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang tinggi untuk pertumbuhan janin dan produksi ASI.
  2. Pemberian kapsul vitamin A dilaksanakan dengan cara terjadwal, kunjungan rumah  atau pada kejadian tertentu.

3.2.Saran
  1. Perlu adanya penyuluhan secara berkala mengenai pentingnya asupan vitamin A yang cukup agar terhindar dari penyakit – penyakit tertentu seperti xeroptalmia
  2. Perlu adanya kerja sama dengan kelompok PKK di lingkungan sekitar puskesmas dalam usaha fortifikasi vitamin A dalam menu makanan keluarga sehari – hari
  3. Diharapkan tenaga kesehatan agar dapat lebih pro aktif dalam melakukan home visit terhadap klien yang tidak datang saat penyuluhan mengenai pentingnya vitamin A ini berlangsung.