Minggu, 08 September 2013

Hipertensi Pada Lanjut Usia


1.   Pengertian
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang   intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik dan diastolik  dijumpai pada usia pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang, 2008).
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a.        Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b.        Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008). 
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor usia.
 
Sumber : Kuswardhani,2006

2.  Pembagian Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan 2 tipe penyebab :
a.       Hipertensi esensial (primer atau idiopatik)
Penyebab pasti masih belum diketahui. Riwayat keluarga obesitas diit tinggi natrium lemak jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung.
b.      Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi lainya (Stockslager , 2008).  
Tabel 2. Klasifikasi  Dan  Tekanan  Darah  Menurut JNC VII versus JNC VI
Sumber : Kowalski E Robert, 2010

3.  Epidemiologi
Walaupun  peningkatan  tekanan  darah  bukan merupakan  bagian  normal  dari  ketuaan,  insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada  tahun  1988-1991 National Health  and Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada  kelompok  umur  65-74  tahun  sebagai  berikut:
prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1  (140-159/90-99  mmHg),  18,2%  untuk  hipertensi derajat  2  (160-179/100-109 mmHg),  dan  6.5%  untuk hipertensi  derajat  3  (>180/110  mmHg).  Prevalensi HST  adalah  sekitar  berturut-turut  7%,  11%,  18% dan 25%  pada  kelompok  umur  60-69,  70-79,  80-89,  dan diatas  90  tahun.  HST  lebih  sering  ditemukan  pada perempuan  dari  pada  laki-laki ( Rigaud dan Forette, 2001). Pada  penelitian  di Rotterdam,  Belanda  ditemukan:  dari  7983  penduduk berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95 mmHg)  meningkat  sesuai  dengan  umur,  lebih  tinggi pada perempuan  (39%) dari pada  laki-laki  (31%).(Van  Rossum  et al., 2000)
Di Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil  sebagai  berikut:  penelitian  pada  usia  diatas  65 tahun  dengan  kriteria  hipertensi  berdasarkan  JNVC, ditemukan  prevalensi  hipertensi  sebesar  60,4%  (laki-laki  59,1%  dan  perempuan  61,9%),  yang  sebelumnya telah  terdiagnosis  hipertensi  adalah  31,1%  (laki-laki 29,4%  dan  perempuan  33,1%),  hipertensi  yang  baru terdiagnosis  adalah  29,3%  (laki-laki  29,7%  dan perempuan 28,8%). Pada kclompok ini, adanya riwayat keluarga dengan hipertensi dan  tingginya  indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi.( Lu et al., 2000)
Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu dengan usia 50 tahun mempunyai  tekanan  darah  sistolik  terisolasi  sangat rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler.( Borzecki et al., 2006)


4. Patofisiologi  Hipertensi Lanjut Usia
Baik  TDS  maupun  TDD  meningkat  sesuai  dengan meningkatnya  umur. TDS meningkat  secara  progresif sampai umur 70-80  tahun, sedangkan TDD meningkat samapi  umur  50-60  tahun  dan  kemudian  cenderung menetap  atau  sedikit menurun. Kombinasi  perubahan ini  sangat mungkin mencerminkan  adanya  pengakuan pembuluh  darah`dan  penurunan  kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan  nadi  sesuai  dengan  umur.( Rigaud dan Forette, 2001)
Seperti  diketahui, takanan nadi merupakan predictok  terbaik dari adanya perubahan  struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi  pada  lanjut  usia  belum sepenuhnya  jelas. Efek  utama  dari  ketuaan  normal  terhadap  sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun  sesuai  umur.  Perubahan  ini  menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan  mengakibatkan  pcningkatan  TDS.  Penurunan elastisitas  pembuluh  darah menyebabkan  peningkatan resistensi  vaskuler  perifer.  Sensitivitas  baroreseptor juga berubah dengan umur.  Perubahan  mekanisme  refleks  baroreseptor mungkin  dapat  menerangkan  adanya  variabilitas tekanan  darah  yang  terlihat  pada  pemantauan  terus menerus. ( Rigaud dan Forette, 2001; Kuswardhany,2006)
Penurunan  sensitivitas  baroreseptor  jugamenyebabkan  kegagalan  refleks  postural,  yang mengakibatkan  hipertensi  pada  lanjut  usia  sering terjadi  hipotensi  ortostatik.  Perubahan  keseimbangan antara  vasodilatasi  adrenergic - β  dan  vasokonstriksi adrenergik - α  akan  menyebabkan  kecenderungan vasokontriksi  dan  selanjutnya  mengakibatkan peningkatan  resistensi  pembuluh  darah  perifer  dan tekanan  darah.  Resistensi  Na  akibat  peningkatan asupan  dan  penurunan  sekresi  juga  berperan  dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam, sistem  renin-angiotensin  tidak  mempunyai  peranan utama pada hipertensi pada  lanjut usia. ( Rigaud dan Forette, 2001)
Perubahan-perubahan  di  atas  bertanggung  jawab  terhadap penurunan  curah  jantung  (cardiac  output),  penurunan denyut  jantung,  penurunan  kontraktilitas  miokard, hipertrofi  ventrikel  kiri,  dan  disfungsi  diastolik.  Ini menyebabkan  penurunan  fungsi  ginjal  dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
2.1.5.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Lanjut Usia 
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah :
a.       Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
b.      Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia  semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
c.       Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.
d.      Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.
Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras  riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan (Stockslager, 2008).
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi  yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:
a.  Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1)  Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan  hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini , 2009).
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani, 2007).
2)  Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani  secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri  utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. 
3)  Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.  Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007). 
b.  Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
2)  Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu . Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008).
3)  Kebiasaan Merokok 
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
4)  Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. (Hans Petter, 2008).
5)  Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu  faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6)  Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7)  Stres 
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
2.1.6. Diagnosis
Pada  semua  umur,  diagnosis  hipertensi  memerlukan pengukuran  berulang  dalam  keadaan  istirahat,  tanpa ansietas,  kopi,  alkohol,  atau  merokok.  Namun demikian,  salah  diagnosis  lebih  sering  terjadi  pada lanjut  usia,  terutama  perempuan,  akibat  beberapa faktor  seperti  berikut.  Panjang  cuff  mungkin  tidak cukup  untuk orang  gemuk  atau  berlebihan  atau  orang terlalu  kurus.  Penurunan  sensitivitas  refleks baroreseptor  sering  menyebabkan  fluktuasi  tekanan darah  dan  hipotensi  postural.  Fluktuasi  akibat ketegangan  (hipertensi  jas  putih  =  white  coat hypertension)  &  latihan  fisik  juga  lebih  sering  pada lanjut  usia.  Arteri  yang  kaku  akibat  arterosklerosis menyebabkan  tekanan  darah  terukur  lebih  tinggi. Kesulitan  pengukuran  tekanan  darah  dapat  diatasi dengan  cara  pengukuran  ambulatory.(Kuswardhani,2006)
Bulpitt  et al.(2001)  menganjurkan  bahwa  sebelum  menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan   pemeriksaan di klinik sebanyak tigakali  dalam  waktu  yang  berbeda  dalam  beberapa minggu.  Gejala HTS yang sering ditemukan pada lanjut seperti  ditemukan  pada  the  SYST-EUR  trial adalah: 25%  dari  437  perempuan  dan  21%  dari  204  laki-laki menunjukkan keluhan. Gejala yang menonjol yang ditemukan  pada  penderita  perempuan  dibandingkan penderita  laki-laki  adalah;  nyeri  sendi  tangan  (35% pada  perempuan  vs.  22%  pada  laki-laki),  berdebar (33% vs. 17%), mata kering (16% vs. 6%), penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada tungkai (43% vs. 31 %),  nyeri  tenggorok  (15%  vs.  7%), Nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis kelamin, 68%.(Kuswardhani,2006)
2.1.7.  Penatalaksanaan
a. Pengobatan.
Menurut : Darmojo (2008), Pemakaian obat pada  lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya :
1)  Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
2)  Interaksi obat
3)  Efek samping obat.
4)  Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.
Pengobatan hipertensi menurut  : Kowalski (2010) tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita adalah :
1)  Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler
2)  Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer
3)  Organ yang rusak karena hipertensi.
Melaksanakan terapi anti hipertensi perlu penetapan jadwal rutin harian minum obat, hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung. Mencatat obat-obatan yang diminum dan keefektifan mendiskusikan informasi ini untuk tindak lanjut. (Stoskslager, 2008)
Pengendalian tekanan darah dan efek samping minimal diperlukan terapi obat -obatan sesuai, disertai perubahan pola hidup. Umur  dan  adanya  penyakit  merupakan  faktor  yang akan mempengaruhi metabolisme  dan  distribusi  obat, karenanya  harus  dipertimbangkan  dalam memberikan obat  antihipertensi.  Hendaknya  pemberian  obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara  perlahan.  Menurut  JNC  VI pilihan  pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi  lanjut usia adalah  diuretic  atau  penyekat  beta.  Pada  HST, direkomendasikan  penggunaan  diuretic  dan  antagonis kalsium.  Antagonis    kalsium  nikardipin  dan  diuretic tiazid  sama  dalam  menurunkan  angka  kejadian kardiovaskuler. Adanya  penyakit  penyerta  lainnya akan menjadi    pertimbangan    dalam  pemilihan    obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner,  penyekat  beta  mungkin  sangat  bermanfaat; namun  demikian  terbatas  penggunaannya  pada keadaan-keadaan  seperti  penyakit  arteri  tepi,  gagal jantung/  kelainan  bronkus  obstruktif.  Pada  penderita hipertensi  dengan  gangguan  fungsi  jantung  dan  gagal jantung  kongestif,  diuretik,  penghambat  ACE (angiotensin  convening  enzyme)  atau  kombinasi keduanya merupakan ptlihan terbaik. Obat-obatan  yang  menyebabkan  perubahan tekanan  darah  postural  (penyekat  adrenergik  perifer, penyekat  alfa  dan  diuretik  dosis  tinggi)  atau  obat-obatan  yang  dapat  menyebabkan  disfungsi  kognitif (agonis α 2  sentral) harus diberikan dengan hati-hati. Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan  pemberian  lebih  dari  satu  jenis  obat, maka  perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek  antihipertensi    misalnya  :  obat  anti  psikotik tcrutama  fenotiazin,  antidepresan  khususnya  trisiklik, L-dopa,  benzodiapezin,  baklofen  dan  alkohol. Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid  dan  obat  antiinflamasi  nonsteroid. Interaksi  yang  menyebabkan  toksisitas  adalah:  (a) tiazid:  teofilin  meningkatkan  risiko  hipokalemia, lithium  risiko  toksisitas  meningkat,  karbamazepin risiko  hiponatremia  menurun;  (b)  Penyekat  beta: verapamil  menyebabkan  bradikardia,  asistole, hipotensi,  gagal  jantung;  digoksin  memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral meningkatkan efek hipoglikemia,  menutupi  tanda  peringatan hipoglikemia. (Kuswardhany,2006)
Dosis  beberapa  obat  diuretic  penyekat beta,  penghambat ACE,  penyekat  kanal  kalsium,  dan penyakat alfa yang dianjurkan pda penderita hipertensi pada  lanjut  usia  adalah  sebagai  berikut:
Dosis  obat- obat  diuretic  (mg/hari) msialnya:  bendrofluazid  1,25- 2,5,  klortiazid  500-100,  klortalidon  25-50, hidroklortiazid 12,5-25, dan  indapamid SR 1,5. Dosis obat-oabat  penyekat  beta  yang  direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg  sekali atau dua kali  sehari, atenolol  50  mg  sekali  sehari,  bisoprolol  10-20  mg sekali  sehari,  celiprolol  200-400  mg  sekali  sehari, metoprolol  100-2000  mg  sekali  sehari,  oksprenolol 180-120  mg  dua  kali  sehari,  dan  pindolol  15-45  mg sekali  sehari. Dosis  obat-obat  penghambat ACE  yang direkomendasikan  adalah:  kaptopril  6,25-50  mg  tiga kali  sehari,  lisinopril  2,5-40  mg  sekali  sehari, perindropil  2-8 mg  sekali  sehari,  quinapril  2,5-40 mg sekali sehari,  ramipril 1,25-10 mg  sekali  sehari. Dosis obat-obat  penyakat  kanal  kalsium  yang  dianjurkan adalah: amlodipin 5-10 mg sekali sehari, diltiazem 200  mg  sekai  sehari,  felodipin  5-20  mg  sekali  sehari, nikardipin 30 mg dua kali  sehari, nifedipin 30-60 mg sekali  sehari,  verapamil  120-240 mg  dua  kali  sehari. Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin 1-16 mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari. (Kuswardhany,2006)
b.  Non Farmakologi
Upaya non farmakologi menurut: Darmojo (2006) terdiri atas:
1)  Berhenti merokok
2)  Penurunan berat badan yang berlebihan
3)  Berhenti/mengurangi asupan alkohol
4)  Mengurangi asupan garam.
Upaya non farmakologi menurut: stanley (2007) pencegahan primer dari hipertensi esensial terdiri atas:  
1)  Mempertahankan berat badan ideal
2)  Diet rendah garam 
3)  Pengurangan stres
4)  Latihan aerobik secara teratur.      




The Important Of Primary Health Care In Health System



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh orang perorang ataupun keluarga, akan tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan sehat disini adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.1
Akses ke pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan negara bertanggung jawab untuk memenuhinya.Sebagai hak asasi manusia, kesehatan menjadi sektor yang harus diperjuangkan,serta mengingatkan bahwa kesehatan berperan sebagai alat pembangunan sosial,dan bukan sekadar hasil dari kemajuan pembangunan ekonomi semata. Kesadaran ini melahirkan konsep primary health care (PHC) yang intinya: Pertama, menggalang potensi pemerintah- swasta-masyarakat lintas sektor, mengingat kesehatan adalah tanggung jawab bersama. Kedua, menyeimbangkan layanan kuratif dan preventif. serta menolak dominasi elite dokter yang cenderung mengutamakan pelayanan rumah sakit, peralatan canggih, dan mahal. Ketiga, memanfaatkan teknologi secara tepat guna pada setiap tingkat pelayanan.2
Bukti pengaruh dari upaya promotif kesehatan telah diakumulasikan sejak peneliti dapat membedakan antara  pelayanan primer dari aspek lain dari sistem pelayanan kesehatan. Bukti ini memperlihatkan bahwa pelayanan primer dapat mencegah kesakitan dan kematian, terlepas dari apakah pelayanan ditandai dengan ketersediaan dokter pelayanan primer, hubungan dengan sumber dari pelayanan primer, atau penerimaan hal-hal penting dari pelayanan primer. Bukti ini juga menunjukkan bahwa pelayanan primer (yang berlawanan dengan pelayanan spesialistik) dihubungkan dengan penyebaran kesehatan pada masyarakat yang lebih adil, sebuah temuan dalam penelitian di dalam maupun diluar negeri. Cara- cara yang dapat meningkatkan pelayanan kesehatan primer telah diidentifikasi, lalu  menyarankan langkah untuk memperbaiki keseluruhan dan menurunkan perbedaan kesehatan di seluruh subkelompok masyarakat umumnya.3,4
PHC merupakan sistem pelayanan kesehatan yang memiliki 22 karakteristik, yang terbagi dalam dua kelompok. Pertama, karakteristik dari sistem pelayanan.Kedua, karakteristik yang menjadi atribut yang melekat pada praktik dokter di strata pelayanan primer. Sistem pelayanan kesehatan yang memiliki sebagian besar dari 22 karakteristik ini dapat dikatakan sebagai sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pelayanan primer. Penguatan pelayanan kesehatan primer berkorelasi erat dengan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kecacatan dan kematian secara dini dapat dicegah dan dideteksi. Peningkatan cakupan layanan primer dapat meningkatkan kepuasan pasien dan menurunkan biaya kesehatan karena angka rujukan menjadi lebih kecil. Studi di negara berkembang semacam Indonesia menunjukkan orientasi pada pelayanan spesialistis justru menimbulkan ketidakmerataan pelayanan kesehatan. Sementara negara berkembang yang sistem kesehatannya berorientasi pada pelayanan primer didapatkan pelayanan lebih merata, lebih muda diakses, dan lebih prorakyat miskin.2
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui manfaat pelayanan kesehatan primer pada sistem kesehatan
2.      Untuk mengetahui bagaimana bentuk pelayanan primer pada masa mendatang.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Pelayanan Kesehatan
Pembangunan kesehatan yang dicanangkan berdasarkan sistem Kesehatan Nasional bertujuan agar tercapainya pelayanan yang berkeadilan, merata, terjangkau, dan sesuai dengan kebutuhan. Harapan ini dimungkinkan tercapai dengan pelayanan paripurna, yakni pelayanan strata primer, skunder, dan tertier yang terstruktur sedemian rupa, sehingga potensi yang ada di masyarakat maupun pemerintah dapat bergerak secara harmonis dan bermanfaat untuk pengembangan pelayanan kesehatan. Potensi masyarakat, baik sumber daya kesehatannya (dokter, para medis), maupun masyarakat yang akan dilayani, tidak kalah pentingnya untuk menunjang terlaksana pelayanan kesehatan terstuktur. Masyarakat mendambakan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan bermutu. Pelayanan kesehatan di strata primer tidak hanya pengobatan, tetapi juga diperlukan pelayanan yang komprehensif, holistik , berkesinambungan, dan proaktif. Dengan cara seperti ini diharapkan adanya suatu dampak terhadap masyarakat pada kemampuan masyarakat untuk memelihara kesehatannya. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan tidak berdiam diri, tetapi ikut berpartisipasi dalam meningkatkan kemampuan memelihara kesehtannya.5
Unsur terpenting dalam pembangunan kesehatan adalah tersedianya sistem pelayanan kesehatan (SPK) yang efektif dan berkualitas. SPK di Indonesia masih perlu terus diperbaiki dan ditingkatkan. Cukup banyak keluhan yang disampaikan masyarakat mengenai kurang baiknya pelayanan kesehatan baik dari segi ketersediannya, kemudahannya, keterjangkauannya maupun mutunya. Tidak heran, kalau ada sebagian masyarakat yang lebih memilih berobat ke luar negeri sedangkan orang luar negeri yang berobat ke Indonesia boleh dibilang hampir tidak ada. Masih lemahnya SPK juga terbukti dari belum baiknya taraf kesehatan masyarakat yang tercermin dari masih terbelakangnya berbagai indikator kesehatan seperti angka kematian bayi, anak dan ibu serta angka kesakitan (morbidity rates) khususnya penyakit infeksi menular dan angka harapan hidup rata-rata. Keadaan tersebut harus menjadi kepedulian kita sebagai tenaga pendidik kedokteran maupun profesi dokter. Tersedianya SPK yang berfungsi baik merupakan prasyarat mutlak atau conditio sine quanon untuk menjaga dan meningkatkan taraf kesehatan. SPK yang baik harus mencakup berbagai bentuk pelayanan yang dibutuhkan masyarakat secara sustainable. Secara sederhana, hal tersebut mencakup pelayanan horizontal yang dijalankan baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, maupun pelayanan secara vertikal pada strata primer, sekunder dan tersier secara utuh sebagai suatu kesatuan sistem.6
 Secara ringkas, sistem pelayanan horizontal dan vertikal itu dapat dilihat pada Gambar 1.


 













SPK yang baik harus lebih memperhatikan pelayanan kesehatan pada strata primer guna mengurangi beban sosial dan biaya ekonomi yang jauh lebih besar untuk pelayanan strata sekunder dan tersier. Hal tersebut disebabkan ± 80% dari semua masalah kesehatan sebenarnya cukup ditangani di strata primer. Dengan demikian segmen pelayanan strata primer jauh lebih besar dari segmen pelayanan strata sekunder, apalagi tersier (Gambar 1). Pelayanan strata primer juga harus lebih mengutamakan upaya promotif-preventif seperti menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat, medical check-ups, early diagnosis and prompt treatment. Upaya tersebut bertujuan untuk efisiensi guna mengurangi kerugian akibat beban dan biaya yang jauh lebih besar untuk pengobatan dan tindakan pada stadium lanjut, kecacatan maupun kematian yang diakibatkannya. Pentingnya menekankan upaya pelayanan kesehatan pada strata pelayanan primer dapat dilihat pada Gambar 2.
















1000 Orang
 




800 Ada Gejala
 



327 Mempertimbangkan Mencari Pertolongan Medis
 



217 Ke Dokter Pelayanan Primer
 



65 Pergi ke CAM
 



21 Ke Outpatient RS
 



14 Home Health
 



13 Ke Emergency Dept
 



8 Masuk RS
 



< 1 Ke Academic Health
 

 













Dari Gambar 2. terlihat bahwa bagian terbesar atau 21,7% penduduk memerlukan pelayanan kesehatan primer setiap bulannya sedangkan yang memerlukan pelayanan kesehatan sekunder dan tersier atau pelayanan rumah sakit (RS) hanya 3-4% saja.6

2.2 Definisi Pelayanan Kesehatan Primer
Pelayanan primer adalah suatu pelayanan yang dilakukan oleh dokter yang telah dilatih secara khusus dan memiliki keahlian dalam pertolongan pertama yang bersifat komprehensif dan pelayanan yang berkelanjutan terhadap orang sakit atau mereka dengan gejala, tanda  atau masalah kesehatan yang belum terdiagnosa (pasien yang  terdiferensiasi) tidak terbatas pada masalah sesungguhnya (baik itu biologi, prilaku dan sosial), sistem organ , atau jenis kelamin.7
Pelayanan primer meliputi  disamping untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit akut dan kronis, promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perbaikan kesehatan, konseling dan edukasi pasien dalam berbagai pengaturan pelayanan kesehatan seperti kantor, rawat inap, perawatan intensif, perawatan jangka panjang, home care dan perawatan harian. Pelayanan primer dilakukan dan diatur oleh dokter perseorangan, menggunakan tenaga profesional kesehatan lainnya untuk konsultasi atau perujukan jika diperlukan.7,8
Pelayanan primer menyediakan pembelaan pasien dalam sistem pelayanan kesehatan  untuk menyelesaikan pelayanan dengan biaya yang efektif dengan koordinasi dari pelayanan kesehatan.pelayanan primer mempromosikan komunikasi efektif antara dokter dengan pasien dan mendorong aturan dari pasien sebagai rekan dalam pelayanan kesehatan.7
Institute of Medicine mendefinisikan pelayanan primer sebagai  ketentuan integrasi , akses pelayanan kesehatan oleh klinisi yang dapat dipercaya dalam menentukan sebagaian besar kebutuhan pelayanan kesehatan, membangun kerjasama yang terus menerus dengan pasien, mempraktikkan dalam konteks keluarga dan komunitas.7
Karena banyak dokter yang memberikan pelayanan primer dengan cara yang berbeda dan dengan tingkat persiapan yang bervariasi, staff ABFM (American Board Family Medicine) telah menjelaskan pengertiannya lebih lanjut. Berdasarkan ABFM, pelayanan primer adalah bentuk dari pelayanan medis yang meliputi fungsi berikut ini:
1.      Pelayanan primer merupakan pelayanan kesehatan  yang pertama, memberikan pelayanan sebagai titik masuk bagi pasien ke dalam sistem pelayanan kesehatan
2.      Pelayanan primer itu termasuk kelangsungan berdasarkan perawatan pasien selama periode waktu baik saat sakit maupun sehat.
3.      Merupakan perawatan yang komprehensif, menggambar dari seluruh disiplin utama tradisional untuk konten fungsionalnya.
4.      Memberikan fungsi koordinasi bagi seluruh kebutuhan pelayanan kesehatan pasien
5.      Mengasumsikan  tanggung jawab yang berkelanjutan bagi follow-up individu pasien dan masalah kesehatan komunitas.
6.      Merupakan pelayanan dengan tipe yang sangat personal/pribadi.7
2.3 Dokter Pelayanan Primer
Dokter pelayanan primer adalah dokter pada umumnya yang memberikan pelayanan secara tetap  pada pasien yang terdiferensiasi pada pertemuan pertama dan terus berlanjut dalam memberikan pelayanan bagi pasien.  Dokter yang demikian itu harus dilatih secara khusus dalam memberikan pelayanan kesehatan primer.7
Dokter pelayanan primer mencurahkan sebagian besar praktiknya untuk memberikan pelayanan kesehatan primer kepada  suatu populasi pasien. Macam dari praktik pelayanan primer adalah sedemikian rupa sehingga dokter pelayanan primer berlaku sebagai titik masuk seluruh  kebutuhan medis dan pelayanan kesehatan pasien, tidak terbatas pada sumber masalah, sistem organ, jenis kelamin, atau diagnosa. Dokter pelayanan primer menyokong pasien dalam mengkoordinasikan penggunanaan  dari segenap sistem pelayanan kesehatan agar menguntungkan pasien.7
ABFM dan American Board of Internal Medicine  telah menyetujui definisi dari dokter umum dan bahwa “ menyediakan pelayanan umum yang optimal secara luas dan pelatihan komprehensif yang tidak dapat diperoleh secra singkat dan pengalaman pendidikan yang tak terkoordinasi. Mereka mendefinisikan doketr umum sebagai seseorang yang memberikan  perawatan medis secara berkelanjutan , komprehensif, dan terkoordinasi pada populasi yang tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin, penyakit,  atau sistem organ.7
Dokter yang memberikan pelayanan primer  dapat dilatih secara khusus  untuk mengelola permasalahan yang ditemukan pada  praktek pelayanan primer. Rivo et al (1994) mengidentifikasi kondisi lazim dan diagnosis  dimana dokter umum  dapat kompeten untuk mengatur praktek pelayanan primer dan membandingkan ini  semua dengan pelatihan  dari berbagai macam spesialisasi umum. Mereka merekomendasikan bahwa pelatihan doketr umum mencakup sekurangnya 90% dari kunci diagnosa.7
2.4 Manfaat Pelayanan Primer untuk Kesehatan
            Enam mekanisme, baik tunggal maupun dalam kombinasi, dapat menjelaskan keuntungan dari dampak pelayanan primer pada kesehatan penduduk. Mekanisme tersebut adalah (1) memberikan akses yang lebih besar ke pelayanan yang dibutuhkan, (2) kualitas pelayanan yang lebih baik, (3) lebih fokus pada pencegahan, (4) manajemen awal masalah kesehatan, (5) pengaruh akumulasi dari karakteristik pemberian pelayanan primer utama, dan (6) peran pelayanan primer dalam mengurangi perawatan spesialis yang tidak perlu dan berpotensi menimbulkan bahaya.3,7

1 Pelayanan Primer Memberikan Akses yang Lebih Besar
Ke Pelayanan yang Dibutuhkan
            Pelayanan primer, sebagai awal kontak pertama dengan layanan kesehatan, memfasilitasi masuk ke seluruh sistem kesehatan. dengan
pengecualian dari Amerika Serikat, sebagian besar negara industri
telah mencapai akses universal dan adil untuk kesehatan pelayanan primer, beberapa dari mereka diberikan secara langsung dan lain-lain melalui
cakupan jaminan keuangan untuk kunjungan (van Doorslaer, Koolman,
dan Jones 2004). Di Amerika Serikat, bagaimanapun, sub kelompok populasi yang secara sosial tergolong dalam ekonomi menengah kebawah  lebih mungkin mendapatkan sumber pelayanan yang tak sesuai jika dibandingkan dengan orang yang mampu secara ekonomi.
Manfaat utama dari asuransi kesehatan di Amerika Serikat adalah memfasilitasi akses kepada pelayanan kesehatan primer. Kelompok masyarakat yang secara sosial kurang mampu yang tidak memiliki asuransi kesehatan cenderung  memiliki sumber pelayanan primer dan sehingga memiliki akses yang kurang terhadap segenap  sistem kesehatan. Selama beberapa dekade terakhir, upaya untuk meningkatkan akses diperluas dengan  kelayakan untuk penggantian oleh dana masyarakat melalui Medicare, Medicaid, dan program yang berkaitan seperti State Child Health Insurance Program. Beberapa diantaranya namun tidak keseluruhan, dari upaya ini telah disertai dengan insentif atau bahkan diamanatkan pendaftaran  dengan sumber pelayanan reguler, dan ketimpangan dalam identifikasi dengan sumber perawatan reguler telah dikurangi. Namun perbedaan dalam menerima pelayanan primer yang tetap. Shi’s national study of adults (1999) menunjukkan tidak hanya perbedaan dalam kemungkinan memiliki sumber rutin tetapi juga terutama perbedaan dalam jenis sumber rutin tersebut,  dengan minoritas yang lebih mungkin melaporkan suatu tempat daripada seseorang sebagai sumber rutin perawatannya; untuk memiliki spesialis (selain dokter perawatan primer) jika mereka melaporkan dokter sebagai sumber perawatan , dan mengalami lagi keterlambatan dalam memperoleh layanan yang dibutuhkan setelah kontrol untuk memiliki sumber rutin perawatan. Singkatnya, salah satu fungsi utama dari sumber pelayanan primer adalah mengurangi atau menghilangkan kesulitan untuk mendapatkan akses layanan kesehatan yang dibutuhkan.



2. Kontribusi Pelayanan primer terhadap kualitas pelayanan klinis
Studi yang dirancang oleh dokter  spesialis untuk membandingkan kualitas perawatan yang dilakukan oleh dokter spesialis dan dokter umum sering menemukan bahwa dokter spesialis cenderung lebih baik dalam  mengikuti pedoman pengobatan . Kebanyakan penelitian membandingkan antara dokter umum  dan spesialis menyimpulkan bahwa kualitas kondisi spesifik dari perawatan yang diberikan oleh spesialis itu lebih baik ketika dalam  kondisi berada pada bagian yang merupakan minat khusus dari spesialis tersebut, dengan menggunakan indikator kualitas perawatan seperti  dilakukannya prosedur pencegahan penyakit spesifik, dilakukan tes laboratorium yang bertujuan untuk memantau status penyakit, dan resep obat yang relevan. (Harrold, Field, and Gurwitz 1999). Selain itu, beberapa penelitian yang direncanakan dan dilakukan oleh dokter umum (Donohoe 1998; Grumbach et al. 1999 menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan antara dokter praktik umum dengan spesialis adalah sama atau bahkan pelayanan primer lebih baik. Perbedaan ini menunjukkan perbedaan dalam konseptualisasi "hasil" yang tepat oleh dua jenis dokter, dimana spesialis lebih peduli dengan penyakit khusus yang berhubungan dengan tindakan dan kepatuhan terhadap pedoman untuk penyakit- penyakit tersebut dan dokter pelayanan primer lebih ditargetkan untuk berbagai aspek kesehatan. Jika kepentingannya adalah pada kesehatan pasien (bukan pada proses penyakit dan hasil akhirnya) sebagai fokus yang tepat dari pelayanan kesehatan, perawatan primer memberikan perawatan  yang unggul, terutama untuk kondisi sering terdapat dalam perawatan primer, dengan berfokus bukan terutama pada kondisi tetapi pada keadaan dalam konteks masalah kesehatan lainnya dari pasien kesehatan atau keluhan-keluhannya. Secara ringkas, dokter pelayanan primer melakukan tugasnya  sebaik dokter spesialis. Untuk kondisi yang kurang umum, perawatan yang diberikan oleh dokter perawatan primer dengan sokongan yang tepat dari spesialis mungkin dapat menjadi hal yang terbaik; untuk keadaan-keadaan yang langka, perawatan spesialis yang tepat tidak diragukan lagi pentingnya, karena dokter perawatan primer tidak cukup sering melihat kondisi seperti itu untuk mempertahankan kompetensi dalam mengelola pasien-pasien tersebut.
3. Peranan pelayanan primer dalam pencegahan penyakit.
Bukti yang kuat memperlihatkan bahwa pelayanan primer yang memberikan tindakan atau upaya pencegahan penyakit adalah terbaik saat tidak dihubungkan dengan beberapa penyakit atau sistem organ, contohnya yaitu pemberian asi, gerakan berhenti merokok, penggunaan sabuk pengaman, dan makan makanan yang sehat.

4. Primary care berperan dalam tata laksana awal masalah kesehatan
Indikasi lain manfaat dari perawatan primer adalah dampaknya pada pengelolaan masalah kesehatan sebelum pasien  cukup serius untuk memerlukan jasa rawat inap atau darurat. Beberapa penelitian mendukung kesimpulan ini. Shea and colleagues (1992) memeriksa kaitan antara pasien yang mendapatkan pelayanan dokter layanan primer dan rawat inap dengan alasan yang dapat dicegah dengan perawatan primer yang baik. Literatur ini  konsisten dalam menunjukkan bahwa tingkat rawat inap yang lebih rendah pada ACSC berkaitan erat dengan penerimaan perawatan primer. Wilayah geografis dengan lebih banyak keluarga dan dokter umum memiliki jumlah rawat inap yang lebih rendah untuk jenis-jenis  kondisi  termasuk diabetes mellitus, hipertensi, dan pneumonia (Parchman dan Culler 1994). Banyaknya anak-anak yang masuk rumah sakit lebih rendah pada masyarakat AS yang dokter perawatan primernya  lebih terlibat dalam merawat anak-anak baik sebelum dan selama dirawat inap (Perrin et al. 1996).

5. Pengaruh akumulasi dari karakteristik pemberian pelayanan primer utama
Sebagaimana dicatat dalam hal kualitas pelayanan, pengaruh yang menguntungkan dari perawatan primer pada mortalitas dan morbiditas dapat
disebabkan, setidaknya sebagian, dengan fokus pada perawatan primer pada orang ketimbang pada manajemen penyakit tertentu
. Perawatan berfokus pada personal ketika praktisi memperhatikan keseluruhan aspek kesehatan pasien daripada perawatan penyakit tertentu nya; berfokus pada pencapaian hasil yang lebih baik untuk kesehatan di semua aspek dan bukan pada prosedur yang diarahkan untuk meningkatkan proses atau hasil perawatan untuk kondisi tertentu. lain
aspek pemberian pelayanan kesehatan yang merupakan ciri khas utama
perawatan juga telah dikaitkan dengan hasil kesehatan yang lebih baik.
Meskipun tinjauan ekstensif dari kontribusi positif dari masing-masing
dari karakteristik ini berada di luar lingkup ulasan ini (yang
keprihatinan perawatan primer sebagai entitas dalam sistem pelayanan kesehatan)
dan telah dibahas di tempat lain (Starfield 1998), ringkasan singkat
dari kontribusi tersebut menjelaskan mengapa perawatan primer secara keseluruhan mungkin memiliki efek positif. Kami mencatat sebelumnya bahwa elemen penting dari perawatan primer adalah yang berperan sebagai kontak pertama untuk pasien ketika masalah berkembang. Sekurangnya dua tahun hubungan dibutuhkan secara umum untuk pasien dan dokter agar dapat memahami satu sama lainnya agar dapat memberikan perawatan yang lebih fokus pada personal secara optimal.
Orang tanpa adanya sumber perawatan primer lebih mungkin dirawat di rumah sakit, untuk menunda mencari perawatan pencegahan dibutuhkan waktu yang tepat, untuk menerima perawatan di bagian gawat darurat, dan memiliki tingkat mortalitsa  dan biaya perawatan kesehatan yang lebih tinggi.

6.      Peran pelayanan primer dalam mengurangi pelayanan spesialis yang tidak perlu atau tidak sesuai.
Negara-negara lain, terutama Inggris dan Belanda, telah memimpin dengan inovasi perawatan primer untuk mengurangi penggunaan layanan spesialis yang tidak tepat. Ini termasuk membuat lebih baik pengaturan dalam menggunakan sistem informasi dan komunikasi video serta konsultasi dengan spesialis dalam perawatan primer. Dampak buruk dari mencari perawatan langsung dari spesialis perawatan non primer memiliki dasar teoritis yang kuat. Sejak spesialis dilatih di rumah sakit, pasien dilihat oleh spesialis dengan cara tidak mewakili dari mana gejala pasien datang dalam masyarakat, karena yang terakhir memiliki probabilitas sebelumnya jauh lebih rendah dari penyakit serius yang memerlukan jasa spesialis. Sifat tes diagnostik (sensitivitas, spesifisitas, kekuatan prediktif positif) jauh berbeda dalam populasi dengan prevalensi tinggi penyakit serius daripada mereka dalam masyarakat dan dengan demikian jauh berbeda dalam perawatan spesialis daripada di pengaturan perawatan primer. Hasilnya adalah bahwa spesialis dalam berpraktik di masyarakat acapkali melakukan overestimasi tentang kemungkinan penyakit pada pasien yang mereka lihat, akibatnya dengan penggunaan modalitas diagnostik dan terapi yang tidak pantas, adapun keduanya meningkatkan kemungkinan efek samping (Franks, Clancy, dan Nutting 1992; Hashem, Chi, dan Friedman 2003; Sox 1996).

2.5 Pelayanan Primer Pada Masa Mendatang
Apakah masalah yang tetap diperhatikan dalam perawatan primer untuk meningkatkan kontribusinya terhadap kesehatan masyarakat dan bagian dalam distribusi kesehatan? Fokus AS kini meluas pada "akses" untuk pelayanan kesehatan ketimbang pada jenis pelayanan kesehatan telah terpengaruh dari kebutuhan untuk memastikan bahwa layanan yang disediakan berada pada tempat yang paling tepat. Survei kesehatan data nasional dengan wawancara menggabungkan berbagai penyedia jaringan keselamatan menjadi satu kelompok sehingga orang yang menerima perawatan mereka dari klinik rawat jalan rumah sakit tidak dapat dibedakan dari mereka yang menerima perawatan dari perawatan primer yang berorientasi klinik. Menggabungkan pusat-pusat komunitas perawatan utama yang berfokus pada kesehatan dengan rumah sakit darurat dan departemen rawat jalan sebagai "penyedia jaringan pengaman" akan berkontribusi positif terhadap kesehatan terdahulu dengan fokus perawatan selanjutnya yang lebih rendah. Tantangan utama bagi praktik pelayanan primer adalah (1) menyadari dan mengelola komorbiditas, (2) mencegah efek samping yang tidak diinginkan dari intervensi medis, (3) mempertahankan kualitas tinggi dari karakteristik penting praktek perawatan primer, dan (4) meningkatkan kesetaraan dalam pelayanan kesehatan jasa dan dalam kesehatan di masyarakat (Starfield 2001).
1.Secara historis, prinsip-prinsip pemberian perawatan medis telah
berdasarkan pada pencegahan dan menangani penyakit tertentu. Dewasa ini
evidence-based medicine sangat berkembang dan semakin banyak digunakan serta merupakan pedoman untuk tata laksana penyakit. Pengembangan pedoman umumnya didasarkan pada bukti dari literatur bahwa metode tertentu dari manajemen mencapai hasil yang lebih baik daripada yang lain lakukan.
 2. Praktisi perawatan primer berada dalam posisi terbaik untuk mendeteksi
terjadinya efek yang berpotensi merugikan akibat dari intervensi medis,
terutama yang berasal dari reaksi obat dan interaksi-interaksi lainnya. Tantangan untuk perawatan utama adalah untuk membangun sistem untuk kode gejala atau tanda-tanda yang tak terduga dan membuat sistem informasi yang dapat digunakan sebagai peringatan awal terjadinya efek samping pada orang yang sebelumnya mengalami jenis tertentu intervensi.
3.Peningkatan kualitas klinis dan kinerja sehubungan
dengan ciri utama dari praktek perawatan primer adalah sebuah tantangan
untuk praktek perawatan primer. Meskipun masing-masing fitur ini
dikenal memberikan manfaat pada kesehatan, isu-isu yang tersisa membutuhkan
pertimbangan.
4. Pencapaian kesetaraan dalam pelayanan kesehatan dan kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Perawatan primer secara inheren memiliki  tingkatan yang lebih adil  dalam hal pelayanan pada pasien jika dibandingkan dari perawatan lainnya. Perawatan primer lebih murah , dan dapat mempersempit kesenjangan kesehatan antara kelompok yang mampu secara finansial dengan kelompok populasi yang kurang secara sosial. Sistem informasi yang lebih baik, pada tingkat daerah maupun praktek, akan meningkatkan manfaat perawatan primer untuk kesehatan individu, sub kelompok populasi, dan populasi.3





BAB III
KESIMPULAN


Dari serangkaian penulisan di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1.      Akses ke pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan negara bertanggung jawab untuk memenuhinya.
2.      Sistem pelayanan kesehatan yang baik harus lebih memperhatikan pelayanan kesehatan pada strata primer guna mengurangi beban sosial dan biaya ekonomi yang jauh lebih besar untuk pelayanan strata sekunder dan tersier.
3.      Pelayanan primer adalah suatu pelayanan yang dilakukan oleh dokter yang telah dilatih secara khusus dan memiliki keahlian dalam pertolongan pertama yang bersifat komprehensif dan pelayanan yang berkelanjutan terhadap orang sakit atau mereka dengan gejala, tanda  atau masalah kesehatan yang belum terdiagnosa (pasien yang  terdiferensiasi) tidak terbatas pada masalah sesungguhnya (baik itu biologi, prilaku dan sosial), sistem organ , atau jenis kelamin.
4.      Dokter pelayanan primer adalah dokter pada umumnya yang memberkan pelayanan secara tetap  pada pasien yang terdiferensiasi pada pertemuan pertama dan terus berlanjut dalam memberikan pelayanan bagi pasien.  Dokter yang demikian itu harus dilatih secara khusus dalam memberikan pelayanan kesehatan primer.
5.      Manfaat  pelayanan primer adalah (1) memberikan akses yang lebih besar ke pelayanan yang dibutuhkan, (2) kualitas pelayanan yang lebih baik, (3) lebih fokus pada pencegahan, (4) manajemen awal masalah kesehatan, (5) pengaruh akumulasi dari karakteristik pemberian pelayanan primer utama, dan (6) peran pelayanan primer dalam mengurangi perawatan spesialis yang tidak perlu dan berpotensi menimbulkan bahaya
6.      Tantangan utama bagi praktik pelayanan primer adalah (1) dapat menyadari dan mengelola komorbiditas, (2) mencegah efek samping yang tidak diinginkan dari intervensi medis, (3) mempertahankan kualitas tinggi dari karakteristik penting praktek perawatan primer, dan (4) meningkatkan kesetaraan dalam pelayanan kesehatan jasa dan dalam kesehatan di masyarakat.