Rabu, 16 Januari 2013

VERTIGO



BAB I
Pendahuluan


1.1     Latar Belakang
Vertigo merupakan perasaan berputar. Dalam bahasa Indonesia istilah pusing sangat membingungkan, sebab terlalu luas pemakaiannya, ada istilah daerah yang lebih tepat, misalnya pusing 7 keliling ( betawi ), oyong ( jawa ), dan lieur ( sunda ), dapat dipakai sebagai ganti vertigo. Istilah pusing yang tidak berputar di pakai kata “ pening “ sedangkan untuk vertigo ( pening berputar ) dapat di pakai kata pusing.1
Sesuai kejadiannya, vertigo ada beberapa macam yaitu vertigo spontan, vertigo posisi dan vertigo kalori. Dikatakan vertigo spontan bila vertigo timbul tanpa pemberian rangsangan. Rangsangan timbul dari penyakitnya sendiri, misalnya pada penyakit meniere oleh sebab tekanan endolimfa yang meninggi. Dalam vertigo posisi, vertigo timbul karena perangsangan pada kupula kanalis semi-sirkularis oleh debris atau pada kelainan servikal. Yang dimaksud debris adalah kotoran yang menempel pada kupula kanalis semi-sirkularis.1
Pada pemeriksaan kalori juga dirasakan adanya vertigo dan vertigo ini disebut vertigo kalori. Vertigo kalori ini penting ditanyakan pada pasien sewaktu test kalori, supaya ia dapat membandingkan perasaan vertigo ini dengan serangan yang pernah dialaminya. Bila sama, maka keluhan vertigonys sdslsh betul, sedangkan bila ternyata berbeda, maka keluhan vertigo sebelumnya patut diragukan.1

1.2  Anatomi Fisiologi
Gambar 1. Telinga luar

Telinga bagian luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga. Kerangka daun telinga dan 1/3 terluar liang telinga luar dibentuk oleh tulang rawan yang elastis, dengan kulit yang meliputinya melekat sangat erat pada tulang rawan tersebut. Kulit pada bagian tulang rawan ini mengandung jaringan subkutan, rambut, dan kelenjar serumen. Kulit yang meliputi bagian tulang liang telinga sangat tipis dan melekat pada periosteum tanpa rambut maupun kelenjar. Keadaan anatomi ini menyebabkan serumen atau furunkel hanhya terbentuk atau terjadi pada bagian luar liang telinga, sedang proses atresia tulang terjadi di 1/3 dalam liang telinga.2
Gambar 2. Anatomi telinga tengah

Telinga tengah atau cavum timpani terdiri dari bagian-bagian yang berhubunga dengan antrum mastoid dan sel-sel udara yang terkait dan melalui tuba eustasius ke nasofaring. Fungsi tuba eustasius adalah sebagai saluran udara yang menghubungkan nasofaring dengan telinga untuk menyamakan tekanan pada kedua sisi membran timpani. Tuba eustasius biasanya tertutup tetapi membuka selama menelan dan menguap. Membrane timpani membentuk batas lateral telinga tengah. Batas medialnya di bentuk oleh koklea. Membrane timpani berwarna abu-abu dengan pembuluh darah pada bagian tepinya. Terddiri dari 2 bagian yaitu pars flasida dan pars tensa. Pars flasida adalah bagian atas, kecil pada membrane timpani. Pars stensa membentuk bagian sisanya. Tangkai maleus merupakan bagian yang menonjol dan membagi paars stensa menjadi klika anterior dan posterior.2
Telinga dalam adalah organ akhir untuk pendengaran dan keseimbangan. Terletak di pars petrosa tulang temporal dan terdiri dari 3 kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea. Tiap struktur ini terdiri dari 3 bagian : labirin oseosa, labirin membranosa dan ruang diantaranya. Labirin oseosa adalah selubung tulang luar.labirin membranosa bagian dalam terletak di dalam labirin oseosa mengandung cairan yang disebut endolimfe dan struktur sensoris. Ruang diantara ke dua labirin ini berisi cairan lain, yang disebut perilimfe. Ketiga kanalis semisirkularis mengarah ke posterior, superior dan horizontal. Tiap kanalis mempunyai ujung yang melebar, ampula, yang merupakan organ akhir sensoris untuk keseimbangan. Koklea merupakan suatu struktur berbentuk rumah siput yang terdiri dari 2 , 3 sampai per empat putaran. Di dalam labirin membranosanya terdapat organ akhir untuk pendengaran. Nervus akustikus terdiri dari 2 bagian yaitu bagian vestibular dan koklear yang berturut-turut berhubungan dengan kanalis semisirkularis dan koklea.2
Gambar 3. Anatomi telinga

1.3 Keseimbangan
Nervus yang terbesar dalam kanalis semi sirkularis menghantarkan impuls-impuls menuju otak. Impuls-impuls ini dibangkitkan dalam kanal-kanal tadi, karena adanya perubahan kedudukan cairan dalam kanal atau saluran-saluran itu. Hal ini mempunyai hubungan erat dengan kesadaran kedudukan kepala terhadap badan. Apabila seseorang didorong kesalah satu sisi maka kepalanya cenderung miring kearah lain ( berlawanan dengan arah badan yang didorong ) guna mempertahankan keseimbangan, berat badan di atur, posisi badan dipertahankan sehingga jatuhnya badan dapat dipertahankan.3
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1  Definisi
Secara harfiah vertigo berasal dari bahasa Yunani yaitu vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo merupakan sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo (sering juga disebut pusing berputar, atau pusing tujuh keliling) adalah kondisi di mana seseorang merasa pusing disertai berputar atau lingkungan terasa berputar walaupun badan orang tersebut sedang tidak bergerak.4
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.5
Gambar 4. vertigo
Vertigo merupakan ilusi gerakan pada diri pasien atau lingkungan sekelilingnya. Sensasi vertigo dapat dirasakan seperti berputar, miring, berayun atau oleng. Vertigo akut sering disertai gejala otonom ( mual, muntah, keringat dingin, muka pucat pasi ), ketidakseimbangan badan dan nistagmus ( sehingga penglihatan kabur ). Vertigo menunjukkan gangguan system vestibular perifer atau sentral. Vertigo subyektif dikatakan bila penderita merasakan dirinya berputar-putar, sedangkan bila ia merasakan lingkungan sekitarnya yang berputar dinamakan vertigo objektif. Vertigo biasanya muncul karena adanya gangguan sistem vestibular (misalnya terdapat gangguan pada struktur telinga bagian dalam, saraf vestibular, batang otak, dan otak kecil/cerebellum). Sistem vestibular bertanggung jawab untuk mengintegrasikan rangsangan terhadap indera dan gerakan tubuh. Selain itu sistem vestibular bertugas menjaga agar suatu obyek ada di fokus penglihatan saat tubuh bergerak. Ketika kepala bergerak, sinyal ditransmisikan ke labirin, yang terdapat di telinga bagian dalam. Labirin kemudian membawa informasi ke saraf vestibular yang kemudian diteruskan ke batang otak dan otak kecil, yang berfungsi mengontrol keseimbangan, postur, dan kordinasi gerak.6
2.2  Penyebab Vertigo7
Adapun penyebab atau etiologi dari penyakit vertigo antara lain yaitu:
1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :
a.       Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
b.      Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
c.       Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
d.      Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
e.       Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombo-sis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.
2. Penyakit SSP :
a.       Hipoksia – Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
b.      Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c.       Trauma kepala/ labirin.
d.      Tumor.
e.       Migren.
f.       Epilepsi.
3.      Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipopara-tiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.
4.      Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
5.      Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
6.      Intoksikasi.
Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf kranial VIII dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer maupun permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastik (misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen. Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo temporer pada beberapa orang.
Sementara dari sumber lain diperoleh data bahwa klasifikasi vertigo:
2.3  Tanda dan Gejala7
Adapun gejala yang dirasakan antara lain :
a.       tempat berpijak terasa berputar atau bergerak-gerak
b.      benda di sekitar bergerak atau berputar
c.        mual, muntah
d.       sulit berdiri atau berjalan
e.       sensasi kepala terasa ringan, tidak dapat memfokuskan pandangan

2.4  Pemeriksaan Penderita Vertigo
2.4.1 Anamnesis
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya.
Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik. 8,9

 
Gambar 5. Profil waktu serangan Vertigo pada beberapa penyakit

2.4.2 Pemeriksaan Fisik7
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik – vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral – yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat – korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.

2.4.3 Pemeriksaan Fisik Umum7
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

2.4.4 Pemeriksaan Neurologis7
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg  
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
Gambar 6. Uji Romberg

b. Tandem Gait
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
Gambar 7. Uji Tunjuk Barany
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Gambar 8. Uji Babinsky Weil
2.4.5 Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis7,8
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri
Kepala putar ke samping
Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi terlentang)

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa
Gambar 9. Uji Dix-Hallpike

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).

2.5.6 Pemeriksaan Penunjang7
1.      Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2.      Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3.      Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
4.      Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis.
Gambar 9. Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung; lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali.

Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.
Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan me ngikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat; kemudian diikuti dengan gerakan fleksi–ekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama makin cepat.
Terapi kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin) ditemukan.

2.5   Macam – Macam Vertigo
A. Meniere’s Disease
1.  Definisi
Episode vertigo, dering di telinga (tinnitus), perasaan penuh atau tekanan dalam telinga, dan gangguan pendengaran fluktuatif. Sebuah serangan penyakit meniere khas adalah didahului dengan kepenuhan satu telinga. Mendengar fluktuasi atau perubahan timnitus juga bisa mendahului serangan. Umumnya melibatkan parah vertigo ( berputar ), ketidakseimbangan, mual, muntah. Penyerangan berlangsung rata-rata dua sampai lima jam. Setelah serangan yang parah, kebanyakan orang menemukan bahwa mereka kelelahan dan harus tidur selama beberapa jam. Ada sejumlah besar variabilitas dalam durasi gejala. Tinggi kepekaan terhadap rangsangan visual ( ketergantungan visual ) adalah umum selama serangan.7
2.  Etiologi
            Penyebab penyakit Meniere ini belum diketahui. Hal ini paling sering dikaitkan dengan infeksi virus telinga bagian dalam, cedera kepala, kecenderungan turun-temurun, dan alergi.
3.  Manifestasi Klinis
Muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurangan pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali,serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuensinya bertambah.
Gejala khususnya adalah menonaktifkan jatuh tiba-tiba. disebabkan deformasi mekanik tiba-tiba dari organ otolith (utrikulus dan saccule), tiba-tiba menyebabkan aktivasi refleks vestibular. Pasien mendadak merasa bahwa mereka miring atau jatuh (meskipun mereka mungkin lurus), dan membawa banyak reposisi cepat sendiri.. Ini adalah gejala yang sangat mematikan karena terjadi tanpa peringatan dan dapat mengakibatkan cedera parah. Seringkali merusak perawatan (misalnya labyrinthectomy atau bagian saraf vestibular ).7
4.  Patofisiologi
Gejala klinis penyakit meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh  :
a)      Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri.
b)      Berkurangnya tekanan osmotic di dalam kapiler.
c)      Meningkatnya tekanan osmotic ruang ekstrakapiler.
d)     Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfa.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan pelebaran dan perubahan morfologi pada membrane reissner. Terdapat penonjolan kedalam skala vestibule, terutama di daerah apeks koklea helokotrema. Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari daerah apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya tuli syaraf nada rendah pada penyakit meniere.7

B. Benign Paroxymal Positional Vertigo ( Vertigo karena gangguan Vestibular Perifer)
1.  Definisi
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah penyebab umum dari vertigo. Ia dikarakteristikan oleh episode-episode vertigo yang parah yang berhubungan dengan gerakan kepala yang spesifik. Terutama tidak hadir pada BPPV adalah kehilangan pendengaran, bunyi berdering di telinga dan kepenuhan telinga. Pasien-pasien sering kali akan menggambarkan vertigo setelah berguling dalam ranjang (biasanya pada hanya satu sisi) yang seringkali akan membangunkan mereka dari tidur. Serangan-serangan akan juga terjadi setelah berdiri dari oisisi melengking, memiringkan kepala kebelakang untuk mencukur muka atau mencuci rambut, atau menggapai diatas kepala untuk mengambil sesuat dari rak tinggi.
Vertigo Posisional Benigna atau Benign Paroxysmal Positional Vertigo ( BBPV ) dapat terjadi pada berbagai kondisi. Termasuk kelainan batang otak yang sering misalnya sklerosis multiple, infark dan tumor.7

2.  Etiologi
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia. Beberapa kasus BPPV terjadi setelah trauma kepala, penyakit virus. Infeksi telinga tengah atau stapedektomi. Nistagmus posisional juga sering ditemukan pada intoksikasi ( alcohol, barbiturate ) kebanyakan kasus spontan BPPV berhubungan dengan kupulolitiasis yaitu deposit otokonia yang degenerative yang menempel pada kupula kanalis semisirkularis posterior. Ini membuat kanal sangat sensitive terhadap perubahan gravitasi yang berkaitan dengan posisi kepala yang berbeda.6

3.      Manifestasi Klinis
Jenis vertigo ini merupakan sindrom vestibular yang paling sering dijumpai dalam praktek klinis. Pasien dengan kelainan ini tidak mengalami vertigo bila duduk atau berdiri diam tetapi serangan timbul bila terjadi perubahan posisi ( misalnya sedang tidur terlentang kemudian miring kesisi yang terganggu ) atau gerakan kepala atau badan. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas. Umumnya gerakan kedepan dan kebelakang yang memicu vertigo. Kadang-kadang pasien memberitahukan posisi apa yang mencetuskan serangan. Perubahan posisi kepala memperhebat vertigo pada neuritis vestibularis dan beberapa vertigo perifer atau sentral. Tetapi pada BPPV gejala hanya timbul setelah gerakan kepala tertentu.6

4.      Patofisiologi
Patofisiologi BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
a. Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). Kanalis Semi Sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

b.   Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam Kanalis Semi Sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung Kanalis Semi Sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yang dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.

C.       Suddeen Vesribular Failure7
Trauma kepala sering diikuti dengan gangguan vertigo. Labirin bisa rusak karena fraktur dasar tengkorak, namun kalau trauma tidak terlalu berat gangguan hanya bersifat sementara. Keluhan vertigo dapat timbul secara operasi mastoidektomi atau stapedektomi karena kaki stapes terganggu dan menimbulkan rangsangan pada telinga dalam. Biasanya vertigo hanya berlangsung sebentar saja. Rongga mastoid diperiksa secara teratur. Bila hal ini diabaikan rongga akan terisi penuh serumen yang dapat merangsang labirin.



D.  Neuritis vestibularis7
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan oleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut labirintitis. Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.

E. Vertigo akibat obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin.
Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibuler. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.

2.6 Penatalaksanaan Medis7
              Terapi vertigo terdiri dari :
1.    Terapi kausal
2.    Terapi simtomatik
3.    Terapi rehabilitatif.
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik.


















BAB III
Kesimpulan


Vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar. Pengertian vertigo merupakan sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo (sering juga disebut pusing berputar, atau pusing tujuh keliling) adalah kondisi di mana seseorang merasa pusing disertai berputar atau lingkungan terasa berputar walaupun badan orang tersebut sedang tidak bergerak.
Adapun Penyebab Vertigo yaitu: gangguan pada system vestibular perifer. ( gangguan pada telinga bagian dalam ), gangguan vestibular sentral ( misalnya syaraf vestibular,batang otak dan otak kecil )dan pada beberapa kasus masih belum diketahui. Penderita merasa seolah-olah dirinya bergerak atau berputar; atau penderita merasakan seolah-olah benda di sekitarnya bergerak atau berputar. Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf kranial VIII dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer maupun permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastik (misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen. Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo temporer pada beberapa orang.