BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Glaukoma merupakan penyebab
kedua kebutaan utama di dunia setelah katarak atau kekeruhan lensa, dengan
jumlah penderita diperkirakan sebanyak ±70.000.000 orang. Di antara
jumlah penderita kebutaan tersebut, sebanyak 50%-70% berasal dari bentuk glaukoma sudut terbuka primer. Namun
menurut Vaughan (1995), jumlah tersebut berkisar antara 85%-90% dari jumlah
penderita glaukoma,
dan hanya sebagian kecil penderita yang tergolong pada glaukoma sudut tertutup primer,
atau disebut juga dengan glaukoma
sudut sempit yang
dapat melalui stadium akut, subakut dan khronik, serta bentuk glaukoma lainnya.1
Glaukoma merupakan
penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia. Terdapat sejumlah 0,40 % penderita
glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan pada 0,16 % penduduk.
Prevalensi penyakit mata utama di Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72 %,
pterigium 8,79 %, katarak 7,40 %, konjungtivitis 1,74 %, parut kornea 0,34 %,
glaucoma 0,40 %, retinopati 0,17 %, strabismus 0,12 %. Prevalensi dan penyebab
buta kedua mata adalah lensa 1,02 %, glaucoma dan saraf kedua 0,16 %, kelainan
refraksi 0,11 %, retina 0,09 %, kornea 0,06 %, lain-lain 0,03 %, prevalensi
total 1,47 %.2 Diperkirakan di Amerika serikat ada 2 juta orang yang
menderita glaucoma. Di antara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan
penglihatan, dan hampir 70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang
buta tiap tahun.3
Di Amerika, jumlah
penderita glaukoma sudut terbuka primer yang
berasal dari kelompok pendatang (imigran) dengan ras kulit berwarna, 3–4 kali
lebih besar daripada jumlah pendatang yang berkulit putih. Sementara itu, pada glaukoma sudut terbuka primer seringkali
ditemukan pada kelompok umur di atas 40 tahun, dan prevalensinya terus
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Vaughan (1995) menyatakan bahwa
prevalensi glaukoma sudut terbuka primer pada usia
40 tahun sekitar 0.4%–0.7%, sedangkan pada usia 70 tahun sekitar 2%–3%.
Pernyataan yang hampir sama dikeluarkan oleh Framingham Study dan Ferndale
Glaucoma Study (1994), yang menyebutkan bahwa prevalensi glaukoma sudut terbuka primer pada
penduduk berusia 52–64 tahun sekitar 0.7%, dan 1.6 % pada penduduk usia 65–74
tahun, serta 4.2% pada penduduk usia 75–85 tahun.1
Pada glaukoma sudut
terbuka, saluran
tempat mengalirnya humor aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu
lambat. Secara bertahap tekanan akan
meningkat (hampir selalu pada kedua mata) dan menyebabkan kerusakan saraf
optikus serta penurunan fungsi penglihatan yang progresif. Hilangnya fungsi
penglihatan dimulai pada tepi lapang pandang dan jika tidak diobati pada
akhirnya akan menjalar ke seluruh bagian lapang pandang, menyebabkan kebutaan. Glaukoma sudut terbuka sering terjadi
setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada anak-anak. Penyakit ini
cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes atau
miopia. Glaukoma sudut terbuka
lebih sering terjadi dan biasanya penyakit ini lebih berat jika diderita oleh
orang kulit hitam. 1
Pada awalnya, peningkatan tekanan di dalam mata
tidak menimbulkan gejala.
Lama-lama timbul gejala berupa:
-
penyempitan
lapang pandang tepi
-
sakit
kepala ringan
-
gangguan
penglihatan yang tidak jelas (misalnya melihat lingkaran di sekeliling cahaya
lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan).
Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang
pandang yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di
sisi lain ketika penderita melihat lurus ke depan (disebut penglihatan
terowongan). Glaukoma
sudut terbuka mungkin baru
menimbulkan gejala setelah terjadinya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.4
BAB II
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
1.1
Definisi
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak
normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf
penglihatan dan kebutaan.2
Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko
Waluyo (2009), bahwa Glaukoma
merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler
(TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf
optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan
penurunan tajam pengelihatan.5 Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan
meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang
pandang. Glaukoma
adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga
terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi
penglihatan.6
Adapun
pengertian dari glaukoma sudut terbuka adalah
glaucoma yang terjadi akibat terbukanya saluran tempat mengalirnya humor aquous namun cairan dari bilik anterior mengalir
terlalu lambat, kemudian secara bertahap tekanan akan meningkat (hampir selalu
pada kedua mata) dan menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi
penglihatan. Hilangnya fungsi penglihatan dimulai pada tepi lapang pandang dan
jika tidak diobati pada akhirnya akan menjalar ke seluruh bagian lapang
pandang, sehingga menyebabkan kebutaan.7
2.2
Fisiologi Humor Akuos
2.2.1Komposisi
Humor Akuos
Humor akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi
kamera anterior dan posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan
kecepatan pembentukannya, yang bervariasi diurnal, adalah 1,5-2 uL/menit.
Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor akuos
serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,
piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih
rendah.8
2.2.2 Pembentukan
dan Aliran Humor Akuos
Humor akuos diproduksi oleh korpus siliar. Ultrafiltrat
plasma yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi
sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera
posterior, humor akuos mengalir melalui pupil ke kamera anterior. Selama
periode ini terjadi pertukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di
iris.8
2.2.3 Aliran
Keluar Humor Akuos
Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan
kolagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular dan membentuk suatu
saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis
Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jaringan trabekula
memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase
humor akuos juga meningkat. Aliran humor akuos kedalam kanalis Schlemm
bergantung pada pembentukan saluran-saluran trabekular siklik di lapisan
endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan
12 vena akueus) menyalurkan cairan kedalam
sistem vena. Sejumlah kecil humor akuos keluar dari mata antara berkas
otot siliaris dan lewat sela-sela sklera.8
Resistensi utama terhadap cairan keluar humor akuos dari
kamera anterior adalah lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian
jalinan trabekular didekatnya, bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan
di jaringan vena episklera menentukan besar minimum TIO yang dicapai oleh
terapi medis. 8
Pada glaukoma kronik sudut terbuka, hambatannya terletak
pada trabekulum. Pada glaukoma akut hambatan terjadi karena iris perifer
menutup sudut bilik mata depan, hingga jaringan trabekulum tidak dapat dicapai
humor akuos.9
Proses produksi dan aliran cairan dari mata ini serupa
dengan kran air yang selalu terbuka yang selalu memproduksi air dan mengalirkan
air. Jika saluran terbuka maka air dapat mengalir. Jika saluran adalah sistem
yang tertutup, seperti pada mata, dan tidak dapat mengalir, tekanan dalam kran
akan meningkat. Jika trabekular meshwork terhambat, tekanan intraokular
meningkat. Juga halnya bila jika terlalu banyak cairan yang diproduksi dalam
mata, tekanan intraokular menjadi terlalu tinggi.9
2.2
Faktor
Resiko
Glaukoma sudut terbuka
mempunyai beberapa faktor resiko, antara lain yaitu:
1.
Tekanan bola mata yang meningkat
Sejumlah faktor
yang dapat berhubungan dengan timbulnya glaukoma sudut
terbuka primer
adalah tekanan bola mata. Hal ini disebabkan karena tekanan bola mata merupakan
salah satu faktor yang paling mudah dan paling penting untuk meramalkan
timbulnya glaukoma
di masa mendatang.10
Secara umum
dinyatakan bahwa tekanan bola mata yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan
terhadap peningkatan progresifitas kerusakan diskus optikus, walaupun hubungan
antara tingginya tekanan bola mata dan besarnya kerusakan, sampai saat ini
masih diperdebatkan. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata
yang berada di atas normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan
gangguan lapang pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya, terjadi juga pada
banyak kasus, bahwa selama pemeriksaan tekanan bola mata tidak pernah di atas
normal, namun terjadi kerusakan pada papil dan lapang pandangan yang khas glaukoma.11
Oleh karena
itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar untuk ditentukan
dengan pasti. Jika dalam suatu populasi dinyatakan rerata tekanan bola mata 16
mmHg dengan standard deviation 3 mmHg, maka nilai tekanan bola mata yang
normal berada di antara 10–22 mmHg. Jika dilakukan pemeriksaan tekanan bola
mata pada populasi umur di atas 40 tahun, maka diperkirakan tekanan bola mata
yang di atas 22 mmHg adalah 5%-10% .11
Masalah lain
yang harus dipertimbangkan mengenai tekanan bola mata, adalah adanya pengaruh
variasi diurnal dari tekanan bola mata itu sendiri, yaitu bahwa tekanan bola
mata sangat fluktuatif, tergantung pada waktu saat pemeriksaan, yaitu pagi,
siang, sore atau malam hari. Beberapa peneliti menyatakan bahwa, variasi
diurnal yang lebih besar dari normal dapat digunakan sebagai pembeda untuk
menentukan bentuk glaukoma-nya.
Di samping itu, terdapat pula pengaruh makanan dan konsumsi cairan. Disebutkan
bahwa, variasi diurnal pada orang normal berkisar antara 3.5-5 mmHg. Keadaan
ini menjadi lebih nyata pada glaukoma sudut
terbuka primer yang
tidak diobati. Variasi tekanan bola mata yang luas ini sangat mempengaruhi
kondisi untuk mendiagnosis secara dini dengan cepat, hal ini ditunjukkan dalam
suatu survei populasi yang menyebutkan bahwa 50% penderita terdiagnosis glaukoma sudut terbuka primer tidak
menunjukkan adanya kenaikan tekanan bola mata pada saat pemeriksaan
pendahuluan, di samping itu juga ditemukan adanya kenaikan tekanan bola mata
tanpa gangguan diskus optikus dan lapang pandangan (hipertensi okuler). Secara
umum dinyatakan bahwa hanya sekitar 0.5%-2% per tahun terjadi kerusakan papil
dan lapang pandangan selama pengamatan.12
Ironisnya,
sebagian besar penderita glaukoma
sudut terbuka primer hampir
tidak pernah menyadari bahwa tekanan bola matanya mengalami peningkatan.
Seringkali mereka baru menyadari setelah merasakan ada gangguan yang jelas
terhadap tajam penglihatan, atau penyempitan lapang pandangan.
Selain itu juga menyatakan bahwa kenaikan tekanan bola mata, merupakan salah
satu faktor resiko utama terjadinya glaukoma.12 Sementara itu, nilai batas normal tekanan
bola mata dalam populasi berkisar antara 10 – 22 mmHg. Menurut Sommer,
pada populasi, nilai rerata tekanan bola mata yang normal adalah 16 mmHg dengan
standard deviasi 3 mmHg.11
2.
Pelebaran Gaung Diskus Optikus (Large optic disk cups)
Faktor yang
berhubungan dengan kerusakan yang khas glaukoma adalah melebarnya penggaungan pada diskus optikus. Oleh
karena itu, pelebaran penggaungan diskus optikus merupakan salah satu tanda
adanya kerusakan khas glaukoma.
Jika pada penderita ditemukan adanya penggaungan diskus optikus, maka untuk
sementara harus diduga bahwa, penderita mempunyai tanda-tanda permulaan dari
penyakit glaukoma.
Kondisi penggaungan diskus optikus ini secara normal juga sangat individual.
Oleh karena, pada individu yang mengalami pelebaran gaung diskus optikus tidak
harus dinyatakan telah menderita glaukoma, melainkan masih tergantung dari ada/tidaknya kerusakan
pada jaringan neuroretinal rim. Hal ini dapat terjadi akibat adanya penggaungan
yang bersifat fisiologis. Sementara dapat dimengerti bahwa cupping atau gaung
yang lebih lebar merupakan faktor yang lebih besar untuk terjadinya kerusakan
khas glaukoma
daripada cupping yang lebih kecil dengan adanya kenaikan tekanan bola
mata.1
3.
Ras
Wilensky (1994)
yang didukung oleh beberapa penelitian menyatakan, bahwa faktor ras dan atau
kulit berwarna mempunyai prevalensi glaukoma sudut
terbuka primer yang
lebih tinggi daripada orang kulit putih dan penderita yang berasal dari daerah
oriental. Di Amerika Serikat perbandingan prevalensinya sekitar 2:1 untuk ras
kulit berwarna. Sementara pada populasi lain tampaknya perbandingan tersebut
lebih besar lagi. Hasil survei yang dilakukan di Kepulauan Karibia pada
populasi umur di atas 40 tahun, dinyatakan bahwa prevalensi pada kulit berwarna
sekitar 14%, sedang pada kulit putih hanya sekitar 2%.13
Diperkirakan
juga bahwa beratnya kasus glaukoma
pada kulit berwarna lebih berbahaya daripada kulit putih. Sementara,
kasus yang menjadi buta pada orang kulit berwarna insidensinya 8 kali lebih
banyak daripada kulit putih. Di samping itu ditinjau dari hasil pengobatan
maupun tindakan pembedahan, hasilnya lebih baik pada kulit putih daripada kulit
berwarna.1
4.
Faktor Umur
Faktor
bertambahnya umur mempunyai peluang lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan
(1995), menyatakan bahwa frekuensi pada umur sekitar 40 tahun adalah 0.4%–0.7%
jumlah penduduk, sedangkan pada umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat
menjadi 2%–3% dari jumlah penduduk. Framingham Study dalam laporannya tahun
1994 menyatakan bahwa populasi glaukoma adalah sekitar 0.7% penduduk yang berumur 52–64 tahun,
dan meningkat menjadi 1.6% pendu¬duk yang berumur 65–74 tahun, serta 4.2% pada
penduduk yang berusia 75–85 tahun. Keadaan tersebut didukung juga oleh pernyataan
yang dikeluarkan oleh Ferndale Glaucoma Study di tahun yang sama.10
5.
Faktor Keluarga
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan
suatu penyakit yang dipengaruhi faktor keluarga. Hal ini dapat ditunjukkan oleh
beberapa survei yang dilakukan, namun hasil survei tersebut tidak lengkap
karena tidak mengikut-sertakan anak-anak dan orang yang belum mencapai umur 40
tahun yang kemungkinan dicurigai menderita glaukoma. Walaupun demikian hasil survei tersebut cukup bermanfaat
karena dapat menunjukkan adanya indikasi bahwa 1 dari 10 orang pada garis
keturunan pertama atau first degree menderita glaukoma seperti yang diderita orangtua
mereka.1
6.
Penyakit Sistemik
Insiden dari glaukoma sudut terbuka primer seringkali
dihubungkan dengan dua penyakit sistemik, yaitu Diabetes Mellitus dan
Hipertensi arterial. Sehubungan dengan hal tersebut dilaporkan bahwa glaukoma sudut terbuka primer
prevalensinya akan meningkat 3 kali lebih tinggi pada Diabetes Mellitus
daripada non Diabetes Mellitus. Berdasarkan penelitian studi kasus–control,
ditemukan perbedaan resiko-relatif antara penderita hipertensi yang diobati
dengan tanpa pengobatan hipertensi.1
2.3
Patofisiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang disebut humor
aquos. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di dalam bilik
posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu mengalir dari mata
melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena
penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan
terjadi peningkatan tekanan.14
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan
antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya
pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena
saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada
lapang pandang mata.
Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang
pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan
kebutaan.14
2.4
Etiologi
Menurut
etiologinya glaukoma
sudut terbuka primer adalah
salah satu bentuk glaukoma
primer, yang ditandai oleh terganggunya atau terjadinya hambatan outflow cairan
akuos melewati trabecular meshwork. Hambatan ini terjadi akibat hilang atau
berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, namun mekanisme
kejadiannya masih belum diketahui secara jelas dan sampai saat ini masih
menjadi obyek penelitian.1
Lutjen-Drecoll
dan Rohen (1994) menemukan bahwa pada glaukoma sudut
terbuka primer
terjadi pengurangan atau menghilangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork,
disertai penebalan lamela daerah uvea dan korneo-skeral. Penebalan tersebut
akan menimbulkan penyempitan ruang antar-trabekulum yang berakhir dengan
penutupan, sehingga terjadi hambatan outflow cairan akuos. Akan tetapi peneliti
tersebut tidak atau belum menjelaskan mekanisme kejadian berkurang atau
menghilangnya sel endotel trabeculer meshwork pada glaukoma sudut terbuka
primer.1 Vaughan (1995) menyatakan bahwa kondisi berkurang atau
hilangnya sel endotel trabecular meshwork tersebut terjadi akibat degenerasi,
tetapi bukan akibat degenerasi seperti pada proses penuaan (ageing process).10
Hogan dan Zimmerman (1962) mengatakan bahwa kondisi tersebut merupakan akibat
pembengkakan dan sklerosis sel endotel trabecular meshwork. Sedangkan Cotran
(1999) menerangkan bahwa penyebabnya belum diketahui dengan jelas. 1
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut di atas, dapat dimunculkan dugaan kuat bahwa
penyebab berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, adalah akibat
kematian sel itu sendiri oleh karena berbagai sebab. Menurut Lutjen-Drecoll
(1994), berkurangnya jumlah sel endotel trabecular meshwork, disertai dengan
akumulasi matriks ekstra-seluler dan penebalan lamela daerah uvea dan
korneo-sklera akan menimbulkan hambatan outflow cairan akuos pada glaukoma sudut terbuka primer. Pada hakekatnya, kematian sel dapat terjadi
karena rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar atau dari dalam sel
itu sendiri (bersifat aktif atau pasif). Kematian sel yang berasal dari dalam
sel dapat terjadi melalui mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses
fisiologis dalam usaha mempertahankan keadaan homeostasis atau keseimbangan
fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif
dapat terjadi karena jejas atau injury yang letal akibat faktor fisik, kimia,
iskhemia maupun biologis (Cotran,1999). Jejas atau injury biologis dapat
terjadi akibat pengaruh infeksi mata akibat mikro-organisme, secara intra
maupun ekstra seluler, baik akibat kuman, jamur, parasit ataupun virus, yang
kesemuanya dapat merupakan antigen yang dapat menimbulkan inflamasi.
Akhirnya antigen tersebut dapat mengaktivasi APC dan limfosit T.
Pendapat ini didukung oleh Clancy (1998), Handoyo (2003) dan Judajana
(2004) Limfosit T mengekspresikan
molekul untuk mengikat antigen pada membrannya, yang disebut sebagai sel
reseptor T. Reseptor limfosit T ini hanya dapat mengenal antigen yang
terikat pada protein sel membran, yang disebut sebagai molekul MHC
(kelas I atau kelas II). Fungsi utama limfosit T adalah sebagai limfosit T
helper (Th) dan limfosit T Cytotoxic (Tc). Antigen akan berpenga¬ruh terhadap
limfosit T helper, dan selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi limfosit Th1,
limfosit Th2 dan limfosit Th3, tergantung pada macam antigen yang
mempengaruhinya ( Clancy, 1998, Roitt, 2001). Limfosit Th1 akan
mengekspresikan beberapa sitokin antara lain IL-2, IFN- , serta TNF- . Menurut
Abbas (1994), sitokin TNF- mempunyai peran terbesar sebagai pengatur mediator
imun dalam proses inflamasi, yang dapat mengakibatkan lisis sel target, dan
akhirnya mengalami kematian. Sementara itu, limfosit Th2 akan mengekspresi
IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. Hampir pada semua proses inflamasi
ditemukan IL-10, yang berfungsi sebagai anti inflamasi dan sebagian besar
diproduksi oleh monosit (Theze, 1999). Menurut Petrolani (1999) IL-10 dapat
meningkatkan harapan hidup sel dengan cara meningkatkan protein anti apoptosis
Bcl2 Oppenheim (2001) mengatakan, bahwa limfosit Th3 merupa¬kan sumber utama
dalam memproduksi sitokin TGF-β. Menurut Condos (2004) dan Judajana (2004),
TGF-β merupakan sitokin yang dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai sitokin
pro-inflammatory dan sitokin anti-inflammatory. Oppenheim (2001) juga
menyatakan bahwa, TGF-β mempunyai hubungan yang sangat erat dengan proses
apoptosis sel akibat pengaruh enzim endonuklease.1
Tripathi
(1994) juga menyatakan, bahwa pada glaukoma ditemukan 2 yang lebih tinggi dari orang normal. Kedua
pendapat tersebut jugabkadar
TGF- 1 dan b didukung oleh
Welge-Luessen (2000), yang menginformasikan juga bahwa TGF- 2 dapat merangsang
peningkatan akumulasi matriks ekstra seluler,bTGF-
fibronectin dan peningkatan enzim Tissue–Transglutaminase, yang sangat
berperan dalam proses kematian sel (apoptosis). Berdasarkan hal tersebut,
sitokin TNF- , IL-10 dan TGF- , mempunyai pengaruh yang besar pada proses
inflamasi, sehingga diperkirakan juga berperan terhadap kematian sel. Wallach
(1999), Petrolani (1999) dan Pimentel (1994) menyebutkan, bahwa ketiga sitokin
yaitu TNF- , IL-10 danTGF, memang berpengaruh terhadap kematian sel, namun
sampai dengan saat ini, peran ketiga sitokin tersebut khususnya terhadap
kematian sel endotel trabecular meshwork, belum pernah dijelaskan. Oleh karena
itu, mekanisme kejadian berkurangnya atau hilangnya sel endotel trabecular
meshwork belum dapat dijelaskan. Akibatnya, pengobatan dan penanggulangan glaukoma sebagai salah
satu penyakit mata yang menyebabkan kebutaan utama masih belum memberikan hasil
yang memuaskan.1
Jika
peran ketiga sitokin tersebut dalam respons inflamasi dan kematian sel tidak
diperjelas, maka pemahaman tentang peran ketiga sitokin tersebut tidak dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan penanggulangan proses perjalanan dan perkembangan
peningkatan tekanan bola mata pada glaukoma sudut
terbuka primer. Hal
ini menyebabkan jumlah kecacatan netra akibat glaukoma sudut terbuka
primer dengan tekanan bola mata yang meningkat akan tetap saja tinggi atau
bahkan lebih tinggi lagi. Kondisi tersebut secara umum tentu akan berpengaruh
terhadap kemampuan sumber daya manusia dan produktivitasnya. Sebaliknya, jika
peran ketiga sitokin tersebut telah menjadi jelas, maka usaha penanganan dan
pencegahan terhadap timbulnya kenaikan tekanan bola mata pada glaukoma sudut terbuka primer, diharapkan
akan dapat dilakukan dengan cara pemberian bahan yang bersifat antagonis
terhadap ketiga sitokin tersebut, atau bahkan dengan pemberian sitokinnya
sendiri.1
2.6
Klasifikasi
Klasifikasi
dari glaukoma adalah
sebagai berikut :
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma sudut terbuka
Merupakan
sebagian besar dari glaukoma
( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka
karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan.
Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada,
kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan
tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
2) Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena
ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke
saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan
vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena
usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya
TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat
hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani
akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
b. Glaukoma sekunder dapat
terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat
mirip dengan sudut terbuka atau tertutup
tergantung pada penyebab : 1) Perubahan lensa 2) Kelainan uvea 3) Trauma 4)
Bedah
c. Glaukoma kongenital 1)
Primer atau infantil 2) Menyertai kelainan kongenital lainnya
d. Glaukoma absolut
Merupakan
stadium akhir glaukoma
( sempit/ terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan
gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil
atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pengobatan glaukoma absolut dapat
dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau
melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan
memberikan rasa sakit.2
2.7 Gambaran Klinis Glaukoma
Sudut Terbuka
Sinonimnya adalah
glaukoma kronik atau Chronic Simple
Glaucoma. Istilah chronic simple glaukoma sangat jelas menggambarkan keadaan
klinik penderita, yaitu penyakit yang berlangsung lama ( kronik ) tanpa ada
tanda yang jelas dari luar dan tekanan mata yang meningkat.2
Hambatan pada
glaukoma sudut terbuka ini terletak didalam jaringan trabekulum sendiri. Akuos
humor dengan leluasa mencapai lubang-lubang trabekulum, tetapi sampai didalam
terbentur celah – celah trabekulum yang sempit, hingga akuos humor tidak dapat keluar dari bola mata dengan
bebas.2
Gejala klinik
glaukoma sudut terbuka :
·
Perjalanan
penyakit perlahan-lahan dan progresif dengan merusak papil saraf optik.
·
Biasanya
penderita baru sadar bila keadaan telah lanjut.
·
Diagnosis
sering baru dibuat bila dilakukan tonometri rutin pada penderita yang misalnya
datang hanya untuk ganti kacamata.
·
Sifat
glaukoma ini adalah bilateral tetapi biasanya yang satu mulai lebih dulu.
·
Kebanyakan
ditemukan pada umur 40 tahun keatas.
·
Penyakit
ini cenderung ditemukan pada penderita diabetes dan miopia.
·
Penyempitan
lapang pandang tepi
·
Sakit
kepala ringan
·
Gangguan
penglihatan yang tidak jelas ( misalnya melihat lingkaran disekeliling cahaya
lampu atau sulit beradaptasi pada kegelapan)
·
Tajam
penglihatan umumnya masih baik kalau keadaan masih dini.
·
Pada
funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah berlangsung lama.2
Glaukoma sudut terbuka sering disebut sebagai
“maling penglihatan” karena sering terjadi dan berjalan perlahan tanpa pasien
sadari adanya kelainan sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang berat
bahkan sampai tidak dapat melihat sama sekali.2
2.8
Diagnosis
Pemeriksaan mata yang biasa dilakukan adalah:
1. Anamnesis
Keluhan
utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma umumnya berupa gangguan
penglihatan, mata sakit, mata merah.15
Kehilangan
penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral.
Kadang – kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma
–skotoma didaerah parasentral pada lapang pandangnya.. Tetapi umumnya gangguan
penglihatan baru dirasakan bila sudah
ada kekeruhan media atau kelainan makula.15
Gangguan
penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling sering disebabkan oleh
edema kornea akibat peninggian tekanan intraokuler yang cepat. Gangguan
penglihatan yang lain adalah haloglaukomatosa yaitu penderita melihat
lingkaran-lingkaran pelangi disekitar bola lampu. Keadaan ini umumnya disebabkan
oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus lensa. Selain itu astenopia
seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada waktu mebaca dekat dan
kehilangan penglihatan untuk beberapa saat ( transient blackout) dapat
menyebabkan keadaan glaukoma.15
Rasa
sakit pada penderita glaukoma mempunyai derajat yang berbeda – beda. Sakit ini
terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata dengan atau
tanpa sakit kepala. Mata merah terutama akibat injeksi silier yang terjadi pada
peninggian TIO yang cepat, sering disertai mual muntah.15
Riwayat
– riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti trauma, operasi –
operasi mata , penyakit retina, pemakaian obat-obatan, steroid, penyakit –
penyakit sistemik seperti kelainan
kardiovaskuler, penyakit endokrin seperti DM, kelainan tekanan darah. Oleh
karena adanya faktor genetik pada penderita glaukoma primer, dan riwayat
penyakit glaukoma pada keluarga.15
2. Biomikroskopi
Dalam
pemeriksaan biomikroskopi, terutama diperhatikan keadaan segmen anterior, baik
kelainan yang diakibatkan oleh glaukoma maupun keadaan yang mungkin menyebabkan
glaukoma. Sebelum ini pemeriksaan inspeksi dilakukan terlebih dahulu, seperti
posisi, kedudukan dan gerakan bola mata.15
Pada kasus glaukoma berbagai perubahan dapat dijumpai
misalnya : injeksi silier, pelebaran pembuluh darah konjungtiva dan epislera,
edema kornea, keratik presipitat, sinekia iris, atropi iris, neovaskularisasi
iris, pelebaran pupil, ekstropion uvea, katarak glaukomatous ( katarak Vaught).10
3. Pemeriksaan tajam penglihatan.
Kehilangan
penglihatan yang disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
penderita, sampai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral.
Kadang – kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya skotoma
–skotoma didaerah parasentral pada lapang pandangnya.. Tetapi umumnya gangguan
penglihatan baru dirasakan bila sudah
ada kekeruhan media atau kelainan macula. Kehilangan proyeksi penglihatan ini
umumnya dimulai dibagian nasal, kemudian disebelah atas atau bawah, bagian
temporal biasanya bertahan cukup lama sampai menghilang sama sekali. Dalam
keadaan ini tajam penglihatan sudah ditingkat menghitung jari, bahkan bisa
lebih buruk lagi.15
4. Tonometri
Tekanan
intraokuler merupakan salah satu parameter dinamika humor akuos yang mudah dan
lebih tepat diukur dibandingkan dengan lainnya.
a. Pengukuran tanpa alat
Pengukuran
ini dikenal dengan palpasi atau finger tension. Pengukuran ini memberikan hasil
yang kasar , dan memerlukan banyak pengalaman. Walaupun tidak teliti, cara
palpasi ini masih bermanfaat pada keadaan dimana pengukuran tekanan dengan alat
tidak dapat dilakukan , misalnya menghindari penularan konjungtivitis dan
infeksi kornea.15
Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
-
Penderita
dan pemeriksa duduk berhadap-hadapan
-
Mata
penderita disuruh melihat ke bawah, tetapi celah mata tidak tertutup rapat
-
Kedua
jari telunjuk pemeriksa diletakkan diatas kelopak mata atas, tepat dibawah rima
orbita. Kedua telunjuk ini sedikit ditekan sampai permukaan sklera terasa.
-
Keadaan
tekanan bola mata dinyatakan sebagai berikut :
TO ( palp) : N (
Normal )
Bila tinggi
: N +
Bila rendah
: N -9
b . Pengukuran dengan alat
Dengan cara ini, tekanan intraokuler dapat diukur secara
langsung, dengan kanulasi ke bilik mata depan yang dihubungkan dengan
manometer, atau secara tak langsung, melalui kornea dengan alat tonometer.
Banyak alat dirancang untuk cara tak langsung seperti tonometer Schiotz,
tonometer Maklakof, tonometer anaplasi Goldmann, tonometer anaplasi Hand Held,
tonometer Mackay Marg, dll.15
Menurut Symposium on Glaucoma di New
Orleans tahun 1976, maka tonometer indentasi Schiotz dan aplanasi Goldmann yang
paling banyak dipakai. Yang pertama oleh karena praktis dan relative murah dan
yang kedua karena lebih tepat dan tidak banyak dipengaruhi kekakuan dinding
bola mata.15
5. Funduskopi
Pada umumnya pemeriksaan ini pada glaukoma bertujuan
sebagai berikut :
- Menentukan apakah ekskavasi papil masih dalam batas
normal.
- Menilai sudah berapa jauh kerusakan papil saraf
optik
- Mencatat perubahan dan perkembangan papil tersebut
dan juga retina.15
6. Perimetri
Pemeriksaan
lapang pandang merupakan salah satu pemeriksaan terpenting pada glaukoma,
karena hasil pemeriksaannya dapat menunjukkan adanya gangguan fungsional pada
penderita. Khas pada glaukoma adalah penyempitan lapang pandang.15
Berikut penyempitan lapang pandang pada glaukoma:12
7.Gonioskopi
Gonioskopi
adalah pemeriksaan biomiroskopi sudut bilik mata depan, tempat dilalui cairan
intraokuler sebelum keluar ke kanal Schlemm. Dengan gonioskopi dapat ditentukan
apakah sudut bilik mata depan tertutup atau terbuka.15
8. Tonografi
Tonografi
adalah cara pemeriksaan parameter lain dinamika cairan intraokuler yang
diperkenalkan oleh W.Morton Grant. Grant menunjukkan pencatatan TIO dengan
tonometer indentasi elektronik dalam jangka waktu tertentu digabung dengan
tabel Fridenwald dapat memperkirakan daya pengeluaran dan pembentukan cairan
intraokuler.15
9. Tes provokasi
Digunakan pada penderita yang mempunyai bakat glaukoma.
a.
Tes
provokasi untuk glaukoma sudut terbuka
1.
Tes
minum air
·
Penderita
dipuasakan 6 – 8 jam sebelum pemeriksaan, kemudian TIOnya diukur.
·
Penderita
diminta meminum air sebanyak 1 liter dalam waktu 5 – 10 menit.
·
Tekanan
intraokuler diukur kembali setiap 15 menit selama 1 jam.
·
Bila
ada kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg tes dianggap positif.
2.
Tes
minum air diikuti tonografi.
b.
Tes
provokasi untuk glaucoma sudut tertutup
1.
Tes
midriasis
·
Didalam
kamar gelap, kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg dianggap positif.
·
Tonografi
setelah midriasis.
2.
Tes
posisi Prone
Penderita dalam posisi prone selama 30 – 40 menit.
Positif bila kenaikan TIO lebih dari 8 mmHg.15
2.9 Penatalaksanaan Glaukoma
Sudut Terbuka
A. Medikamentosa
v Miotik :
-
Pilokarpin
2-4% 3-6 kali 1 tetes sehari dengan tujuan memperlancar humor akuos.
-
Eserin
¼-1% 3-6 kali 1 tetes sehari dengan tujuan memperlancar humor akuos.10
v B –adrenergik blocking agent
Adalah obat yang
sekarang paling luas digunakan untuk terapi glaukoma. Obat ini dapat diberikan
sendiri atau dikombinasi dengan yang lain. Obat ini mempunyai tujuan sebagai
supresi pembentukan humor akuos. Preparat yang paling banyak saat ini adalah
timolol maleat 0.25% dan 0.5%, betaksolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan
0.5% dan metipranolol 0.3 %. Kontraindikasi utama pemakaian obat – obat ini
adalah penyakit obstruksi jalan napas menahun terutama asma dan gangguan defek
hantaran jantung.. Untuk betaksolol, selektivitas relative reseptor B1 dan afinitas
keseluruhan terhadap semua reseptor B yang rendah menurunkan walaupun tidak
menghilangkan resiko efek samping ini.10
v Carbonic Anhidrase
Inhibitor
Inhibitor Carbonic
Anhidrase yang paling banyak digunakan adalah asetazolamid. Obat ini mampu
menekan humor akous sebanyak 40-60%. Asetazolamid dapat diberikan peroral
dengan dosis 125-250 mg sampai 3 kali sehari.
Preparat topikal yang sering digunakan adalah Dorzolamid HCl 2% dengan
dosis 3 kali 1 tetes.10
v Analog prostaglandin
Bimatoprost
(lumigan),travoprost (travartan), dan unoprostone (rescula) merupakan analog
prostaglandin yang baru dikembangkan di Amerika Serikat. Bimatoprost merupakan
analog prostamide dengan aktivitas hipotensive okuli. Obat tersebut menyebabkan
aktivitas penurunan tekanan intraokuler oleh prostamide melalui jalur
prostamide . Travaprost dan unoprostone merupakan analog prostaglandin F 2
alpha yang sama dengan latanaprost. Agen tersebut merupakan agonis reseptor
prostanoid FP selektif yang dapat mengurangi tekanan intraokuler dengan
meningkatkan aliran uveoskleral.10
B.
Terapi
Laser ( Trabekuloplasti Laser)
Penggunaan laser
biasanya untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu goniolensa ke jalinan
trabekula dapat mempermudah aliran keluar humor akuos karena efek luka bakar
tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlem serta terjadinya
proses-proses seluler yang meningkatkan fungsi jalinan trabekular.10
C.
Trabekulektomi
Indikasi :
-
Pemberian
obat – obatan sudah tidak efektif
-
Terjadi
kerusakan saraf optik yang progresif dari lapang pandang
-
Kontraindikasi terhadap obat – obat glaukoma
-
Pasien
tidak patuh terhadap obat – obat yang diberikan.4
Trabekulektomi merupakan tindakan pembeahan dimana
trabekulum diangkat sehingga .cairan bilik mata depan mengalir langsung kekanal
Schlemm. Pada pembedahan ini dibuat flap konjungtiva dibagian atas dan dibuat
flap sclera sebesar 4 x 4 mm dengan dasar di kornea. Sejajar dengan tepi kedua
kanal Schlemm dibuat sayatan 2 mm sehingga kanal Schlemm terangkat. Flap sklera
dan konjungtiva dijahit kembali.4
2.10 Diagnosa Banding
Adapun
diagnosis banding untuk glaukoma
sudut terbuka adalah
1.
Glaukoma
bertekanan rendah
2.
Glaukoma
sekunder
3.
Glaukoma
karena steroid.10
2.11
Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang
sampai akhirnya menyebabkan kebutaan total. Bila antiglaukoma dapat menekan
tekanan intra okular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa
luas, prognosis akan baik. Bila proses penyakit terdeteksi secara
dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.10
BAB
III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat dipetik dari serangkaian
penulisan di atas adalah sebagai berikut :
1. Glaukoma adalah suatu
keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada
normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan
2. Glaukoma
sudut terbuka adalah glaucoma yang
terjadi akibat terbukanya saluran
tempat mengalirnya humor aquous namun cairan dari bilik anterior mengalir terlalu lambat, kemudian
secara bertahap tekanan akan meningkat (hampir selalu pada kedua mata) dan
menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi penglihatan.
- Penatalaksanaan glaukoma sudut terbuka primer adalah
dengan pemberian miotik (pilokarpin dan eserin), b-adrenergik blocking agent (timolol maleat),
carbonik anhidrase inhibitor (asetazolamid), analog prostaglandin,
trabekuloplasti laser, dan trabekulektomi.
- Pasien harus memahami bahwa pengobatan glaukoma
adalah seumur hidup dan penilaian ulang secara teratur penting untuk
dilakukan.
- Glaukoma yang tidak diobati dapat menyebabkan
kerusakan permanen saraf optik dan kehilangan lapang pandang yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidharta. 2004. Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner & Suddart Ed. 8 Vol 1.
Jakarta : EGC
Waluyo, Sunaryo joko. 2009. Glaukoma. Dalam
http://askepakper.blogspot.com/2009/08/askep-glaukoma.html. Diperoleh tanggal 22 April 2010
Dwindra,
Mayenru. 2009. Glaukoma
Askep Dalam
http://www.perdami.or.id/?page=news.detail&id=7.
Diperoleh tanggal 22 April 2010
Voughan
DG, Asbury T, Eva PR; Oftalmologi Umum; Edisi 14; Cetakan I; Alih Bahasa Jan
Tambayong dan Brahm U Penditt; Joko Suyono (ed); Widya Medika; Jakarta; 2000
Vaughan
DG, Asbury T, Riordan-Eva P (1995), Glaucoma in General Ophthalmology, Fourteenth
edition a Lange Medical Book Printice- Hall International Inc. p. 208-225
Boyd
B, Luntz M (2002), Open Angle Glaucoma Clinical Evaluation and Risk Factors In
Innovation in The Glaucomas Etiology, Diagnosis and Management, High Light of
Ophthalmology (International), Bogota, 3 – 10
Liesegang
TJ, Skuta GL, Cantor LB (2003), Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics
in Basic And Clinical Science Course section 10: Glaucoma, American Academy of
Ophthalmology. San Francisco, USA, 14-23
Wilensky
J T (1994), Epidemiology of Open Angle Glaucoma In Textbook of Ophthalmology
Edited by Podos S M and Yanoff Myron Glaucoma The CV Mosby. London,
St Louis, Baltimore, Boston, Chicago, Philidelphia, Sydney, Toronto, p. 829-
833
Supiandi,S.
1986. Cara pemeriksaan dan jenis glaukoma. FKUI : Jakarta.