BAB I
PENDAHULUAN
PCI (Percutaneus Coronary Intervention) merupakan salah satu penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran baru melewati bagian arteri koronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan. Banyak penelitian telah dilakukan dengan membandingkan revaskularisasi yang terjadi dan kelangsungan hidup pasien pasca operasi mempergunakan berbagai variasi teknik opersi dengan menggunakan pembuluh- pembuluh darah tersebut, dengan hasil yang beragam tergantung dari kondisi dan keparahan dari PJK yang dideritanya.
Seiring dengan perkembangan waktu, penelitian menyimpulkan bahwa Penyakit jantung-koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama di negara maju. Di Indonesia telah terjadi pergeseran kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah dari urutan ke-10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-2 pada tahun 1986. sedang kan sebagai penyebab kematian tetap menduduki peringkat ke-3. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya PJK. sehingga upaya pencegahan harus bersifat multifaktorial juga. Pencegahan harus diusahakan sedapat mungkin dengan cara mengendalikan faktor-faktor risiko PJK den merupakan hal yang cukup penting pada penanganan PJK. Oleh sebab itu mengenal faktor-faktor risiko sangat penting dalam usaha pencegahan PJK, baik pencegahan primer maupun sekunder. Pencegahan primer lebih ditujukan pada mereka yang sehat tetapi mempunyai risiko tinggi, sedangkan pencegahan sekunder merupakan suatu upaya untuk mencegah memburuknya penyakit yang secara klinis telah diderita.
Berbagai penelitian telah dilakukan selama 50 tahun lebih dimana didapatkan variasi insidens PJK yang berbeda pada kelompok geografis dan keadaan sosial tertentu yg makin meningkat sejak tahun 1930 dan mulai tahun 1960 merupakan penyebab kematian utama di negara industri. Mengapa didapatkan variasi insidens yang berbeda saat itu belum diketahui dengan pasti, akan tetapi didapatkan jenis terjadi pada keadaan keadaan tertentu. Penelitian epidemiologis akhirnya mendapatkan hubungan yang jelas antara kematian dengan pengaruh keadaan sosial, kebiasaan merokok, pola diet, exercise dan sebagainya yang dapat dibuktikan oleh penelitian Framingham dan Gotenburg.
Pada bagian lain, penelitian juga menunjukkan bahwa pada penyakit arteri koroner, plak menumpuk di dalam dinding arteri koroner, yang mempersempit arteri. Kalsium merupakan salah satu komponen dari plak. Semakin banyak plak yang terdapat, maka semakin banyak pula kalsium yang terdapat pada dinding-dinding pembuluh darah jantung. Jadi pengukuran terhadap kalsium koroner dapat digunakan sebagai pengganti untuk mengukur plak.
Sebagai salah satu bentuk intervensi penanganan terhadap Penyakit Jantung Koroner (PJK), PCI diharapkan dapat menjadi instrument dalam penanganan terhadap Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi lebih baik dan maksimal serta secara signifikan dapat mengurangi resiko kematian yang ditimbulkan oleh penyakit arteri koroner.
BAB II
Tinjauan Kepustakaan
2.1 Percutaneous coronary intervention (PCI)
Pesatnya teknologi yang berkembang pada dasawarsa terakhir menuntut penanganan penyakit jantung koroner yang lebih kompetitif. Dengan insiden penyakit yang hampir terus meningkat mendorong dilakukannya penelitian dan laporan kasus oleh ahli jantung dan ahli bedah jantung di seluruh belahan dunia, untuk mencari alternatif terbaik dalam penanganan pasien PJK khususnya yang memerlukan intervensi bedah jantung. 1
Percutaneous coronary intervention (PCI), pada umumnya dikenal sebagai angioplasty koroner atau lebih sederhana disebut sebagai angioplasti, merupakan suatu prosedur untuk menangani stenosis atau penyempitan dari arteri koroner. Penyempitan tersebut terjadi karena plak atheroskelosis. PCI biasanya dilakukan oleh ahli jantung.2
PCI adalah prosedur perawatan yang membuka sumbatan arteri jantung yang menyempit dikarenakan aterosklerosis atau aterotrombosis. Prosedur dilakukan untuk merestorasi vaskularisasi arteri jantung (atau peleburan jantung) pada sebuah arteri mampat sub-akut atau akut pada waktu infarksi radang otot jantung akut, angina stabil atau angina nonstabil. PCI meliputi angioplasty balon dan paling sering pencangkokan pada stent intra jantung. Kekhawatiran utama jangka panjang pada PCI adalah re-stenosis. Bagaimanapun, penggunaan stens obat berlapis telah terbukti menurunkan resiko ini.
PCI Primer didefinisikan sebagai gangguan pada pembuluh darah jahat dalam 12 jam setelah permulaan sakit dada atau gejala lainnya dari infarksi radang otot jantung akut. PCI bersifat bisa dipilih bekerja pada semua kasus kurang penting lainnya pada pasien dengan penyakit arteri jantung.
Kemajuan teknologi serta keberhasilan yang tinggi di bidang bedah jantung pada dekade 70-an menyebabkan koreksi bedah menjadi suatu pilihan utama bagi penderita penyakit jantung. Namun dengan perkembangan ilmu serta teknologi, terbukalah ladang inovasi, sehingga ditemukan alternatif tindakan lain selain tindakan bedah.
Tindakan intervensi non bedah ini dimulai oleh Andreas Gruentzig pada tahun 1977 di Zurich, Swiss. Gruentzig, diberkati oleh pandangan pesimis dari para ahli bedah jantung, berhasil melakukan tindakan intervensi percutaneus transluminal coronary angioplasty(PTCA). Keduanya, dokter dan pasien pertamanya berusia 38 tahun. Sejak hari bersejarah tersebut PTCA berkembang tak terbendung, kini melebihi coronary artery bypass grafting (CABG) yang semula menjadi satu-satunya pilihan.
Langkah Gruentzig ini pun kemudian diikuti oleh era intervensi pada katup pada pertengahan 80-an. Sebagai terapi pilihan, berbagai tindakan intervensi non bedah pada kasus-kasus penyakit jantung katup (percutaneous balloon valvuloplasty), dalam perjalanannya terbukti lebih efektif dan murah bila di banding terapi pembedahan.
Di luar hiruk pikuk dunia intervensi tersebut, hingga pertengahan 80-an, laboratorium kateterisasi di Indonesia baik Jakarta maupun Surabaya, lebih banyak berperan sebagai penunjang. Mereka bertugas mempersiapkan pasien menuju meja operasi. Hal ini terutama terkait dengan masalah dana dan alat. Barulah menjelang akhir dekade 80-an, para pendiri laboratorium kateterisasi mendapat kesempatan untuk merintis PTCA dan intervensi valvular.
2.1.1 Indikasi PCI 3
Prosedur ini digunakan untuk mengurangi gejala penyakit arteri koroner seperti nyeri dada sesak serta gagal jantung. PCI dapat mencegah terjadinya infark miokard serta mengurangi angka kematian.
Angioplasi merupakan prosedur yang tidak seinvasif CABG dan tidak lebih inferior daripada CABG. Akan tetapi CABG masih lebih superior pada kasus yang mana terjadi dua atau lebih penyakit arteri, miokard infark, pengulangan revaskularisasi.
2.1.2 Prosedur PCI3
Balon dikembangkan pada arteri yang tertutup plak sehingga plak dapat ditekan oleh balon ke dinding arteri sampai plak menjadi hancur.
Prosedur lain yang dilakukan dengan PCI :
1. Implantasi stent
2. Rotational atau laser aterektomi
3. Brachytherapi
2.1.3 Teknik PCI3
Akses dimulai dari arteri femoralis pada kaki (atau yang lebih jarang menggunakan arteri radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan menggunakan suatu alat yang disebut jarum pembuka. Prosedur ini dinamakan akses perkutan. Sekali jarum sudah masuk, "sheath introducer" diletakkan pada jalan pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan menontrol perdarahan.
Melalui sheath introducer ini, "guiding catheter" dimasukkan. Ujung “guiding catheter” ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan "guiding catheter", penanda radiopak diinjeksikan ke arteri koroner, hingga kondisi dan lokasi kelainan dapat diketahui.
Selama visualisasi X ray, ahli jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih ukuran balon kateter serta guide wire koroner yang sesuai. “Guiding wire koroner” adalah sebuah selang yang sangat tipis dengan ujung radio opak yang fleksibel yang kemudian dimasukkan melalui “guiding cathether” mencapai arteri koroner. Dengan visualisasi langsung, ahli jantung memandu kabel mencapai tempat terjadinya blokade . Ujung kabel kemudian dilewatkan menembus blokade.
Setelah kabel berhasil melewati stenosis, balon kateter dilekatkan dibelakang kabel. Angioplasti kateter kemudian didorong kedepan sampai balon berada di dalam blockade.
Kemudian baru balon balon dikembangkan dan balon akan mengkompresi atheromatous plak dan menekan arteri sehingga mengembang. Jika stent ada pada balon, maka stent diimplantkan (ditinggalkan pada tubuh) untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap mengembang.
2.1.4 Resiko PCI
1. Pasien biasanya dapat pulih kesadarannya selama prosedur dilakukan, dan timbul nyeri dada. Jika hal ini terjadi menandakan bahwa prosedur telah menyebabkan iskemia dan ahli jantung sebaiknya menunda prosedur.
2. Perdarahan pada tempat insersi pada selangkangan seringkali muncul dan hal ini juga bisa disebabkan oleh pemakaian obat anti platelet. Bahkan pada beberapa kasus hal ini dapat menyebabkan terjadinya hematom.
3. Reaksi alergi terhadap kontras juga mungkin terjadi.
4. Penurunan fungsi ginjal juga dapat terjadi pada pasien yang memang mempunyai riwayat penyakit ginjal.
5. Resiko paling parah yang mungkin tertjadi adalah kematian, stroke , infark miokard, dan diseksi aorta.
Resiko kematian meningkat pada pasien yang memang memiliki resiko tinggi , seperti pada :
1. Pasien usia diatas 75 tahun
2. Pasien dengan riwayat penyakit ginjal dan diabetes
3. Wanita
4. Pasien dengan penurunan fungsi pompa jantung
5. Pasien dengan penyakit jantung parah dan blockade.
Gambar1.
Ilustrasi teknik PCI (sumber gambar : George W. Vetrovec, Improving
Reperfusion in Patients with Myocardial Infarction, n engl j med 358;6
www.nejm.634 org february 7, 2008).
Pada
beberapa negara 30% penderita dilakukan dilatasi stenosis koroner dengan balon.
Mula-mula indikasinya terbatas pada lesi koroner yang tunggal akan tetapi
sekarang juga dilakukan pada penyakit pembuluh darah multipel. Tekhnik ini
dilakukan dengan anestesi lokal dan biasanya perawatan di rumah sakit tidak
lebih dari 3 hari. Risiko oklusi pembuluh darah dan infark miokard didapatkan
5%. 25% stenosis kembali dalam waktu 6 bulan dan perlu diulang kembali,
sedangkan 75% berhasil untuk waktu yang lama. Pemilihan penderita yang tepat
untuk dilakukan PCI memberi hasil yang aman dan sangat efektif untuk
memperbaiki angina stabil dan angina tak stabil walaupun belum ada percobaan
kontrol yang membandingkan dengan bedah koroner.5
Gambar 1. Gambar pada pasien penyakit jantung sebelum dilakukan
tindakan PCI
Gambar 2. Gambar pada
pasien setelah dilakukan tindakan PCI.
Setelah
menjalani PCI, penderita diharuskan meminum obat-obatan pengencer darah dan
obat-obatan lain untuk mengontrol factor resiko penyakit jantung koroner. Sebagai suatu tindakan medis invasive maka PCI
mengandung pula risiko namun dengan kemajuan
pengetahuan dan teknologi maka tindakan ini semakin aman dilakukan.
Berjuta-juta orang diseluruh dunia telah menikmati kemajuan terapi intervensi jantung ini.
2.1.5 Perbandingan Antara Tindakan
Revaskularisasi Perkutaneus Dan Cabg (Revaskularisasi Bedah)
1) Belum ada penelitian yang dapat memberikan data yang
cukup untuk (secara statistik) untuk dapat membedakan antara angka harapan
hidup jangka pendek dan jangka panjang pada perbandingan antara tindakan
revaskularisasi perkutaneus dengan bedah bedah.
2) Tindakan revaskularisasi perkutaneus
memiliki keunggulan dalam hal: biaya awal lebih murah, perawatan lebih singkat,
dan pasien lebih cepat kembali bekerja. Akan tetapi sekitar 20 % pasien dengan
angioplasty dalam waktu 1 tahun akan menjalani operasi CABG.
3) Pada follow-up selama 3 - 5 tahun
diketahui bahwa kualitas hidup, aktivitas fisik, dan biaya adalah sebanding
antara pasien yang menjalani revaskularisasi perkutaneus atau revaskularisasi
bedah.
4) Tindakan bedah revaskularisasi
memiliki keunggulan :
- Angka patensi yang lebih tinggi.
- Angka harapan hidup secara keseluruhan cenderung lebih tinggi (5 tahun); terlihat jelas pada pasien dengan stenosis LAD proksimal atau 3-vessels disease, pasien-pasien yang disertai dengan risiko tinggi (diabetes, unstable angina, non-Q-wave MI, gagal jantung).
5) Sedangkan tindakan PTCA (cenderung)
memiliki angka harapan hidup lebih tinggi (3 tahun) pada pasien yang mengalami
stenosis pada 1-2 vessels disease yang tidak melibatkan LAD proksimal.6
2.2
Calsium Score
Arteri koroner menyuplai
darah yang kaya akan oksigen ke otot
jantung. Pada penyakit arteri koroner, plak menumpuk di dalam dinding arteri
koroner, yang mempersempit arteri. Kalsium merupakan salah satu komponen dari
plak. Semakin banyak plak yang terdapat, maka semakin banyak pula kalsium yang terdapat
pada dinding-dinding pembuluh darah jantung. Jadi pengukuran terhadap kalsium koroner
dapat digunakan sebagai pengganti untuk mengukur plak.
Pengukuran
kalsium Koroner dengan computed
tomography (CT) scan jantung dan dikuantifikasi menjadi "skor”. Skor
kalsium Koroner atau yang sering disebut sebagai Agatston skor bukanlah hal
yang baru. Namun penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa orang yang berkulit putih mempunyai skor kalsium koroner yang
lebih tinggi daripada kaum minoritas.7
Sementara studi
lainnya yaitu suatu studi yang melibatkan lebih dari 6.700 orang dewasa di AS
tanpa riwayat penyakit jantung. Peserta penelitian berusia 45-84 tahun;
rata-rata mereka berada di usia 60 tahun. Mereka dilakukan CT scan jantung dan diberi tahu apakah skor kalsium
koroner mereka negatif, rendah, rata-rata, atau lebih besar daripada rata-rata.
Mereka juga dianjurkan untuk berbicara dengan dokter mereka mengenai hasil tes
tersebut.
Peserta
mengikuti penelitian hingga lima tahun. Selama waktu itu, 17 orang meninggal
karena penyakit jantung koroner, 72 mendapat serangan jantung non fatal, dan 73
mengalami angina. Seperti dalam studi lain, orang kulit putih cenderung memiliki
skor kalsium koroner lebih tinggi. Tetapi dalam semua kelompok etnis, orang
dengan skor kalsium koroner lebih tinggi lebih cenderung mengalami masalah pada
jantungnya selama penelitian. Sebagai
contoh, seseorang dengan skor kalsium koroner 101-300 mungkin mengalami lebih
dari tujuh kali masalah jantung dibandingkan dengan seseorang tanpa bukti adanya kalsium koroner.
Ada faktor risiko penyakit jantung lainnya, termasuk merokok, obesitas, rendahnya
kolesterol dan
riwayat penyakit jantung pada keluarga. Skor kalsium
koroner menambahkan informasi lebih lanjut tentang risiko pasien.
Kami memeriksa nilai prediksi dari pengukuran kalsium
artery koroner pada populasi Amerika Serikat yang multietnik. Kami menemukan
bahwa peningkatan kalsium skor dua kali lipat memperkirakan kemungkinan dari
permasalahan jantung yang utama seperti infark miokard dan kematian karena
penyakit jantung koroner. Selain itu, coronary calcium score berkontribusi
terhadap resiko dari kedua masalah utama pada jantung dan beberapa masalah dari
faktor resiko lain pada 4 kelompok etnik utama.
Penelitian lainnya
mengevaluasi keakuratan prognostik dari pengukuran kalsium koroner dengan CT
yang menunjukkan bahwa kalsifikasi koroner merupakan prediksi dari permasalahan
koroner secara independen dari factor resiko standar atau skor dari factor
resiko .Sebagai contoh, penelitian oleh LaMonte ,dkk dari hampir 11,000 orang
dewasa dari usia antara 22 hingga 96 tahun yang menjalani skreening medis dilaporkan
rasio hazard untuk terjadinya permasalahan koroner yang utama dari 8.7 diantara
laki-laki dan 6.3 diantara wanita dengan coronary calcium scores 400
atau lebih selama 3,5 tahun follow-up. Diantara laki-laki dan wanita yang
berusia 40-45 tahun pada Prospective Army Coronary Calcium Project, terdapatnya
calcium coronary berkaitan dengan peningkatan resiko terjadinya masalah jantung
dengan 12 factor selama 3 tahun
follow-up. Akhirnya, studi yang berdasarkan populasi Rotterdam dari subyek
asymptomatik yang berusia lebih tua, selama rata-rata 3,3 tahun
follow-up, penyesuaian resiko relatif dari peristiwa coronary yang berhubungan dengan calcium scores dari 101
- 400, 401 - 1000, dan lebih dari 1000 (sebagai perbandingan skor dari
0 hingga 100) berturut – turut adalah
3.1, 4.6 dan 8,3.
Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang mengikutsertakan partisipan yang ditunjuk
oleh dokternya atau atas keinginannya sendiri
ataupun yang dipilih karena mereka termasuk kedalam golongan yang beresiko
tinggi.
Gambar1.
Kurva Kumulatif Kaplan–Meier untuk kejadian
Coronary diantara peserta dengan Coronary-Artery Calcium Scores 0, 1 -
100, 101 - 300, dan lebih dari 300.
Panel A menunjukkan kecepatan
terjadinya masalah utama pada jantung(infark miokard dan kematian karena
penyakit jantung koroner), dan Panel B menunjukkan kecepatan timbulnya beberapa
permasalahan pada jantung. kedua kurva memiliki perbedaan yang signifikan
secara statistik (P<0.001).
Penelitian
kami menyatakan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut tidak menurunkan nilai
prediksi penanda subklinis ini pada
kelompok minoritas di Amerika. Coronary calcium score bermanfaat untuk
memprediksi terjadinya kalsifikasi
koroner di kemudian hari. Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan antara
lain yaitu kemahiran CT dan metode pembacaan hasil yang berbeda diantara
penelitian dan pusat clinical scanning
. Kami mengkalibrasi foto dengan menggunakan calcium phantom untuk mengontrol
variabilitas pada beberapa karakteristik fisik dari scanner.
Pada
penelitian kami, para peserta dan dokter mereka diberitahu mengenai coronary
calcium scores. Hal ini mungkin dapat mempengaruhi hasil studi dalam dua hal. Pertama
yaitu peserta dengan coronary calcium scores yang tinggi mungkin
akan mengubah kebiasaan mereka atau mendapatkan terapi preventif yang dapat
menurunkan resiko mereka terhadap terjadinya permasalahan koroner. Hasil studi
kami akan menjadi bias terhadap hipotesis null untuk hubungan antara coronary
calcium dan penyakit koroner. Kedua, pengetahuan mengenai calcium
score mungkin mempengaruhi diagnosa angina, secara potensial membiaskan hasil yang
menunjukkan kaitan erat antara coronary calcium dan penyakit koroner. Bagaimanapun
kaitan antara coronary calcium dan peristiwa koroner yang utama
tidak akan dipengaruhi oleh bias ini.
Kesimpulannya
kami menemukan bahwa pengukuran kalsium
arteri koroner meningkatkan prediksi terjadinya penyakit jantung koroner ,
dimana pada penyakit arteri koroner, plak
menumpuk di dalam dinding arteri koroner sehingga dapat mempersempit arteri.
Sementara itu kalsium merupakan salah satu komponen dari plak. Jadi semakin
banyak plak yang terdapat, maka semakin banyak pula kalsium yang terdapat pada
dinding-dinding pembuluh darah jantung yang ditandai dengan tingginya calsium
score yang dapat digunakan sebagai indikasi dilakukannya PCI pada pasien
tersebut karena dapat dipastikan terlah terjadi penyempitan atau penyumbatan
pada arteri koroner.8
BAB
III
KESIMPULAN
Percutaneous
coronary intervention (PCI) merupakan
salah satu penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK) Prosedur
ini digunakan untuk mengurang gejala penyakit arteri koroner seperti nyeri dada
sesak serta gagal jantung. PCI dapat mencegah terjadinya infark miokard serta
mengurang angka kematian.
Angioplasti
atau Percutaneous Coronary Intervention (PCI) merupakan prosedur yang tidak seinvasif CABG dan
tidak lebih inferior daripada CABG. Akan tetapi CABG masih lebih superior pada
kasus yang mana terjadi dua atau lebih penyakit arteri, infark miokard,dan pengulangan revaskularisasi.
Kalsium merupakan salah satu
komponen dari plak. Jadi semakin banyak plak yang terdapat, maka semakin banyak
pula kalsium yang terdapat pada dinding-dinding pembuluh darah jantung yang
ditandai dengan tingginya calsium score yang dapat digunakan sebagai indikasi
dilakukannya Percutaneous
coronary intervention (PCI) pada
pasien tersebut karena dapat dipastikan terlah terjadi penyempitan atau
penyumbatan pada arteri koroner.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Pick
AW, Orszulak TA, Anderson BJ,et al, Single Versus Bilateral Internal Mammary
Artery Grafts:10-years Outcome Analysis. Ann Thorac Surgery 1997;64,599-605
Anonimos.
2008. Percutaneous Coronary
Intervention. http://www.wikipedia.com/PCI/institute/general/120.
Diakses pada tanggal 5 April 2010.
Iman,dr.2009.Intervensi Koroner Perkutan(Percutaneous
Coronary Intervention/PCI). www.dokter-medis.com/intervensi koroner perkutan. Diakses pada tanggal 4
April 2010.
George
W. Vetrovec, Improving Reperfusion in Patients with Myocardial Infarction, The New England Journal Of Medicine 2008;
358,6
Rasaki
Suhada. 2009. Percutaneous Coronary Intervention.
http://www.gaulblog.com/ Percutaneous Coronary Intervention. Diakses
pada tanggal 4 April 2010.
Achmad
Fauzi Yahya,dr,Sp.JP. Percutaneous Coronary Intervention.
http://www.webMD.com. Diakses pada
tanggal 6 April 2010.
Hitti,Miranda.
2008. Calcium Score. http://www.webMD.com. Diakses pada tanggal 13 Februari 2010.
Robert
Detrano, Alan DG, Gregory Burke,et al, Coronary Calcium as a Predictor of
Coronary Events in Four Racial or Ethnic Groups, The New England Journal Of Medicine 2008; 358,1336-1345
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar dengan bijaksana dan menggunakan hati nurani serta tanpa mengandung unsur SARA,Sex dan Politik