Minggu, 08 September 2013

Hipertensi Pada Lanjut Usia


1.   Pengertian
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang   intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik dan diastolik  dijumpai pada usia pertengahan hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat usia sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang, 2008).
Hipertensi menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a.        Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan sistolik sama atau lebih 90 mmHg.
b.        Hipertensi sistolik terisolasi tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nugroho,2008). 
Dari uraian diatas disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor usia.
 
Sumber : Kuswardhani,2006

2.  Pembagian Hipertensi
Hipertensi diklasifikasikan 2 tipe penyebab :
a.       Hipertensi esensial (primer atau idiopatik)
Penyebab pasti masih belum diketahui. Riwayat keluarga obesitas diit tinggi natrium lemak jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung.
b.      Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi lainya (Stockslager , 2008).  
Tabel 2. Klasifikasi  Dan  Tekanan  Darah  Menurut JNC VII versus JNC VI
Sumber : Kowalski E Robert, 2010

3.  Epidemiologi
Walaupun  peningkatan  tekanan  darah  bukan merupakan  bagian  normal  dari  ketuaan,  insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Setelah umur 69 tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada  tahun  1988-1991 National Health  and Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada  kelompok  umur  65-74  tahun  sebagai  berikut:
prevalensi keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1  (140-159/90-99  mmHg),  18,2%  untuk  hipertensi derajat  2  (160-179/100-109 mmHg),  dan  6.5%  untuk hipertensi  derajat  3  (>180/110  mmHg).  Prevalensi HST  adalah  sekitar  berturut-turut  7%,  11%,  18% dan 25%  pada  kelompok  umur  60-69,  70-79,  80-89,  dan diatas  90  tahun.  HST  lebih  sering  ditemukan  pada perempuan  dari  pada  laki-laki ( Rigaud dan Forette, 2001). Pada  penelitian  di Rotterdam,  Belanda  ditemukan:  dari  7983  penduduk berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95 mmHg)  meningkat  sesuai  dengan  umur,  lebih  tinggi pada perempuan  (39%) dari pada  laki-laki  (31%).(Van  Rossum  et al., 2000)
Di Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil  sebagai  berikut:  penelitian  pada  usia  diatas  65 tahun  dengan  kriteria  hipertensi  berdasarkan  JNVC, ditemukan  prevalensi  hipertensi  sebesar  60,4%  (laki-laki  59,1%  dan  perempuan  61,9%),  yang  sebelumnya telah  terdiagnosis  hipertensi  adalah  31,1%  (laki-laki 29,4%  dan  perempuan  33,1%),  hipertensi  yang  baru terdiagnosis  adalah  29,3%  (laki-laki  29,7%  dan perempuan 28,8%). Pada kclompok ini, adanya riwayat keluarga dengan hipertensi dan  tingginya  indeks masa tubuh merupakan faktor risiko hipertensi.( Lu et al., 2000)
Ditengarai bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu dengan usia 50 tahun mempunyai  tekanan  darah  sistolik  terisolasi  sangat rentan terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler.( Borzecki et al., 2006)


4. Patofisiologi  Hipertensi Lanjut Usia
Baik  TDS  maupun  TDD  meningkat  sesuai  dengan meningkatnya  umur. TDS meningkat  secara  progresif sampai umur 70-80  tahun, sedangkan TDD meningkat samapi  umur  50-60  tahun  dan  kemudian  cenderung menetap  atau  sedikit menurun. Kombinasi  perubahan ini  sangat mungkin mencerminkan  adanya  pengakuan pembuluh  darah`dan  penurunan  kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan  nadi  sesuai  dengan  umur.( Rigaud dan Forette, 2001)
Seperti  diketahui, takanan nadi merupakan predictok  terbaik dari adanya perubahan  struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi  pada  lanjut  usia  belum sepenuhnya  jelas. Efek  utama  dari  ketuaan  normal  terhadap  sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun  sesuai  umur.  Perubahan  ini  menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan  mengakibatkan  pcningkatan  TDS.  Penurunan elastisitas  pembuluh  darah menyebabkan  peningkatan resistensi  vaskuler  perifer.  Sensitivitas  baroreseptor juga berubah dengan umur.  Perubahan  mekanisme  refleks  baroreseptor mungkin  dapat  menerangkan  adanya  variabilitas tekanan  darah  yang  terlihat  pada  pemantauan  terus menerus. ( Rigaud dan Forette, 2001; Kuswardhany,2006)
Penurunan  sensitivitas  baroreseptor  jugamenyebabkan  kegagalan  refleks  postural,  yang mengakibatkan  hipertensi  pada  lanjut  usia  sering terjadi  hipotensi  ortostatik.  Perubahan  keseimbangan antara  vasodilatasi  adrenergic - β  dan  vasokonstriksi adrenergik - α  akan  menyebabkan  kecenderungan vasokontriksi  dan  selanjutnya  mengakibatkan peningkatan  resistensi  pembuluh  darah  perifer  dan tekanan  darah.  Resistensi  Na  akibat  peningkatan asupan  dan  penurunan  sekresi  juga  berperan  dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam, sistem  renin-angiotensin  tidak  mempunyai  peranan utama pada hipertensi pada  lanjut usia. ( Rigaud dan Forette, 2001)
Perubahan-perubahan  di  atas  bertanggung  jawab  terhadap penurunan  curah  jantung  (cardiac  output),  penurunan denyut  jantung,  penurunan  kontraktilitas  miokard, hipertrofi  ventrikel  kiri,  dan  disfungsi  diastolik.  Ini menyebabkan  penurunan  fungsi  ginjal  dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
2.1.5.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Lanjut Usia 
Menurut Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah :
a.       Penurunanya kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
b.      Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia  semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
c.       Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.
d.      Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.
Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras  riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan (Stockslager, 2008).
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi  yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:
a.  Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1)  Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan  hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini , 2009).
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause (Marliani, 2007).
2)  Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani  secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri  utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. 
3)  Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.  Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007). 
b.  Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
2)  Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu . Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008).
3)  Kebiasaan Merokok 
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
4)  Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. (Hans Petter, 2008).
5)  Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu  faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6)  Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7)  Stres 
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
2.1.6. Diagnosis
Pada  semua  umur,  diagnosis  hipertensi  memerlukan pengukuran  berulang  dalam  keadaan  istirahat,  tanpa ansietas,  kopi,  alkohol,  atau  merokok.  Namun demikian,  salah  diagnosis  lebih  sering  terjadi  pada lanjut  usia,  terutama  perempuan,  akibat  beberapa faktor  seperti  berikut.  Panjang  cuff  mungkin  tidak cukup  untuk orang  gemuk  atau  berlebihan  atau  orang terlalu  kurus.  Penurunan  sensitivitas  refleks baroreseptor  sering  menyebabkan  fluktuasi  tekanan darah  dan  hipotensi  postural.  Fluktuasi  akibat ketegangan  (hipertensi  jas  putih  =  white  coat hypertension)  &  latihan  fisik  juga  lebih  sering  pada lanjut  usia.  Arteri  yang  kaku  akibat  arterosklerosis menyebabkan  tekanan  darah  terukur  lebih  tinggi. Kesulitan  pengukuran  tekanan  darah  dapat  diatasi dengan  cara  pengukuran  ambulatory.(Kuswardhani,2006)
Bulpitt  et al.(2001)  menganjurkan  bahwa  sebelum  menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling sedikit dilakukan   pemeriksaan di klinik sebanyak tigakali  dalam  waktu  yang  berbeda  dalam  beberapa minggu.  Gejala HTS yang sering ditemukan pada lanjut seperti  ditemukan  pada  the  SYST-EUR  trial adalah: 25%  dari  437  perempuan  dan  21%  dari  204  laki-laki menunjukkan keluhan. Gejala yang menonjol yang ditemukan  pada  penderita  perempuan  dibandingkan penderita  laki-laki  adalah;  nyeri  sendi  tangan  (35% pada  perempuan  vs.  22%  pada  laki-laki),  berdebar (33% vs. 17%), mata kering (16% vs. 6%), penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada tungkai (43% vs. 31 %),  nyeri  tenggorok  (15%  vs.  7%), Nokturia merupakan gejala tersering pada kedua jenis kelamin, 68%.(Kuswardhani,2006)
2.1.7.  Penatalaksanaan
a. Pengobatan.
Menurut : Darmojo (2008), Pemakaian obat pada  lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya :
1)  Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
2)  Interaksi obat
3)  Efek samping obat.
4)  Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.
Pengobatan hipertensi menurut  : Kowalski (2010) tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita adalah :
1)  Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler
2)  Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer
3)  Organ yang rusak karena hipertensi.
Melaksanakan terapi anti hipertensi perlu penetapan jadwal rutin harian minum obat, hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung. Mencatat obat-obatan yang diminum dan keefektifan mendiskusikan informasi ini untuk tindak lanjut. (Stoskslager, 2008)
Pengendalian tekanan darah dan efek samping minimal diperlukan terapi obat -obatan sesuai, disertai perubahan pola hidup. Umur  dan  adanya  penyakit  merupakan  faktor  yang akan mempengaruhi metabolisme  dan  distribusi  obat, karenanya  harus  dipertimbangkan  dalam memberikan obat  antihipertensi.  Hendaknya  pemberian  obat dimulai dengan dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara  perlahan.  Menurut  JNC  VI pilihan  pertama untuk pengobatan pada penderita hipertensi  lanjut usia adalah  diuretic  atau  penyekat  beta.  Pada  HST, direkomendasikan  penggunaan  diuretic  dan  antagonis kalsium.  Antagonis    kalsium  nikardipin  dan  diuretic tiazid  sama  dalam  menurunkan  angka  kejadian kardiovaskuler. Adanya  penyakit  penyerta  lainnya akan menjadi    pertimbangan    dalam  pemilihan    obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner,  penyekat  beta  mungkin  sangat  bermanfaat; namun  demikian  terbatas  penggunaannya  pada keadaan-keadaan  seperti  penyakit  arteri  tepi,  gagal jantung/  kelainan  bronkus  obstruktif.  Pada  penderita hipertensi  dengan  gangguan  fungsi  jantung  dan  gagal jantung  kongestif,  diuretik,  penghambat  ACE (angiotensin  convening  enzyme)  atau  kombinasi keduanya merupakan ptlihan terbaik. Obat-obatan  yang  menyebabkan  perubahan tekanan  darah  postural  (penyekat  adrenergik  perifer, penyekat  alfa  dan  diuretik  dosis  tinggi)  atau  obat-obatan  yang  dapat  menyebabkan  disfungsi  kognitif (agonis α 2  sentral) harus diberikan dengan hati-hati. Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan  pemberian  lebih  dari  satu  jenis  obat, maka  perlu diperhatikan adanya interaksi obat antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek  antihipertensi    misalnya  :  obat  anti  psikotik tcrutama  fenotiazin,  antidepresan  khususnya  trisiklik, L-dopa,  benzodiapezin,  baklofen  dan  alkohol. Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid  dan  obat  antiinflamasi  nonsteroid. Interaksi  yang  menyebabkan  toksisitas  adalah:  (a) tiazid:  teofilin  meningkatkan  risiko  hipokalemia, lithium  risiko  toksisitas  meningkat,  karbamazepin risiko  hiponatremia  menurun;  (b)  Penyekat  beta: verapamil  menyebabkan  bradikardia,  asistole, hipotensi,  gagal  jantung;  digoksin  memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral meningkatkan efek hipoglikemia,  menutupi  tanda  peringatan hipoglikemia. (Kuswardhany,2006)
Dosis  beberapa  obat  diuretic  penyekat beta,  penghambat ACE,  penyekat  kanal  kalsium,  dan penyakat alfa yang dianjurkan pda penderita hipertensi pada  lanjut  usia  adalah  sebagai  berikut:
Dosis  obat- obat  diuretic  (mg/hari) msialnya:  bendrofluazid  1,25- 2,5,  klortiazid  500-100,  klortalidon  25-50, hidroklortiazid 12,5-25, dan  indapamid SR 1,5. Dosis obat-oabat  penyekat  beta  yang  direkomendasikan adalah: asebutolol 400 mg  sekali atau dua kali  sehari, atenolol  50  mg  sekali  sehari,  bisoprolol  10-20  mg sekali  sehari,  celiprolol  200-400  mg  sekali  sehari, metoprolol  100-2000  mg  sekali  sehari,  oksprenolol 180-120  mg  dua  kali  sehari,  dan  pindolol  15-45  mg sekali  sehari. Dosis  obat-obat  penghambat ACE  yang direkomendasikan  adalah:  kaptopril  6,25-50  mg  tiga kali  sehari,  lisinopril  2,5-40  mg  sekali  sehari, perindropil  2-8 mg  sekali  sehari,  quinapril  2,5-40 mg sekali sehari,  ramipril 1,25-10 mg  sekali  sehari. Dosis obat-obat  penyakat  kanal  kalsium  yang  dianjurkan adalah: amlodipin 5-10 mg sekali sehari, diltiazem 200  mg  sekai  sehari,  felodipin  5-20  mg  sekali  sehari, nikardipin 30 mg dua kali  sehari, nifedipin 30-60 mg sekali  sehari,  verapamil  120-240 mg  dua  kali  sehari. Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin 1-16 mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari. (Kuswardhany,2006)
b.  Non Farmakologi
Upaya non farmakologi menurut: Darmojo (2006) terdiri atas:
1)  Berhenti merokok
2)  Penurunan berat badan yang berlebihan
3)  Berhenti/mengurangi asupan alkohol
4)  Mengurangi asupan garam.
Upaya non farmakologi menurut: stanley (2007) pencegahan primer dari hipertensi esensial terdiri atas:  
1)  Mempertahankan berat badan ideal
2)  Diet rendah garam 
3)  Pengurangan stres
4)  Latihan aerobik secara teratur.      




6 komentar:

  1. terimakasihh, sangat bermanfaat...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya.. :)

      Hapus
  2. kok gambar nya ga muncul

    BalasHapus
  3. Saya punya nenek yang sudah lanjut usia. 2xseminguu pasti ke puskesmas untuk cek tensi. Dan tekanan drah sistolnya kisaran 160-180. Obat penekan hupertensi yg diberikan adlh captopril dan efek pd nenek sya adlah dya batuk kering yg parah hingga tengah malam san dya sering pucat krna kirang istirahat. Baiknya harus bgaimana Krena kebiasaan orang tua kalau di kasih tau buat cek ke dokter suka ngeyel

    BalasHapus
    Balasan
    1. mohon maaf atas keterlambatan respond nya..:)
      menurut hemat saya, captopril bukanlah obat yg tepat terutama pd penderita hipertensi lansia krn sering memberikan efeksamping batuk. memang di puskesmas memiliki stok dan jenis obat yg terbatas...sistol 160-180 bukanlah hipertensi yg ringan mbk..hrs ditangani dgn seksama supaya tdk berisiko pd strok dll..untuk kasus nenek mbk alangkah baiknya diberikan kombinasi terapi..
      jika perlu diperiksakan ke RS terdekat supaya mendapat penanganan yg lbh efektif dan efisien

      Hapus

Silakan berkomentar dengan bijaksana dan menggunakan hati nurani serta tanpa mengandung unsur SARA,Sex dan Politik