1. Pengertian
Hipertensi
dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan
darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50
tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya
usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi
lanjut usia dibedakan menjadi dua hipertensi dengan peningkatan sistolik dan
diastolik dijumpai pada usia pertengahan
hipertensi sistolik pada usia diatas 65 tahun. Tekanan diastolik meningkat usia
sebelum 60 tahun dan menurun sesudah usia 60 tahun tekanan sistolik meningkat
dengan bertambahnya usia (Temu Ilmiah Geriatri Semarang, 2008).
Hipertensi
menjadi masalah pada usia lanjut karena sering ditemukan menjadi faktor utama
payah jantung dan penyakit koroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60
tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi pada
usia lanjut dibedakan atas:
a.
Hipertensi pada tekanan sistolik sama
atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan sistolik sama atau lebih 90
mmHg.
b.
Hipertensi sistolik terisolasi tekanan
sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90
mmHg (Nugroho,2008).
Dari
uraian diatas disimpulkan bahwa hipertensi lanjut usia dipengaruhi oleh faktor
usia.
Sumber
: Kuswardhani,2006
2. Pembagian Hipertensi
Hipertensi
diklasifikasikan 2 tipe penyebab :
a. Hipertensi
esensial (primer atau idiopatik)
Penyebab
pasti masih belum diketahui. Riwayat keluarga obesitas diit tinggi natrium
lemak jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung.
b. Hipertensi
sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi lainya
(Stockslager , 2008).
Tabel 2. Klasifikasi Dan
Tekanan Darah Menurut JNC VII versus JNC VI
Sumber
: Kowalski E Robert, 2010
3. Epidemiologi
Walaupun peningkatan
tekanan darah bukan merupakan bagian
normal dari ketuaan,
insiden hipertensi pada lanjut usia adalah tinggi. Setelah umur 69
tahun, prevalensi hipertensi meningkat sampai 50%. Pada tahun
1988-1991 National Health and
Nutrition Examination Survey menemukan prevalensi hipertensi pada kelompok
umur 65-74 tahun
sebagai berikut:
prevalensi
keseluruhan 49,6% untuk hipertensi derajat 1
(140-159/90-99 mmHg), 18,2%
untuk hipertensi derajat 2
(160-179/100-109 mmHg), dan 6.5%
untuk hipertensi derajat 3
(>180/110 mmHg). Prevalensi HST adalah
sekitar berturut-turut 7%,
11%, 18% dan 25% pada
kelompok umur 60-69,
70-79, 80-89, dan diatas
90 tahun. HST
lebih sering ditemukan
pada perempuan dari pada laki-laki
( Rigaud dan Forette, 2001). Pada
penelitian di Rotterdam, Belanda
ditemukan: dari 7983
penduduk berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95
mmHg) meningkat sesuai
dengan umur, lebih
tinggi pada perempuan (39%) dari
pada laki-laki (31%).(Van
Rossum et al., 2000)
Di
Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil sebagai
berikut: penelitian pada
usia diatas 65 tahun
dengan kriteria hipertensi
berdasarkan JNVC, ditemukan prevalensi
hipertensi sebesar 60,4%
(laki-laki 59,1% dan
perempuan 61,9%), yang
sebelumnya telah
terdiagnosis hipertensi adalah
31,1% (laki-laki 29,4% dan
perempuan 33,1%), hipertensi
yang baru terdiagnosis adalah
29,3% (laki-laki 29,7%
dan perempuan 28,8%). Pada kclompok ini, adanya riwayat keluarga dengan
hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko
hipertensi.( Lu et al., 2000)
Ditengarai
bahwa hipertensi sebagai faktor risiko pada lanjut usia. Pada studi individu
dengan usia 50 tahun mempunyai
tekanan darah sistolik
terisolasi sangat rentan terhadap
kejadian penyakit kardiovaskuler.( Borzecki et al., 2006)
4. Patofisiologi Hipertensi Lanjut Usia
Baik TDS
maupun TDD meningkat
sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara
progresif sampai umur 70-80
tahun, sedangkan TDD meningkat samapi
umur 50-60 tahun
dan kemudian cenderung menetap atau
sedikit menurun. Kombinasi
perubahan ini sangat mungkin
mencerminkan adanya pengakuan pembuluh darah`dan penurunan
kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan
tekanan nadi sesuai
dengan umur.( Rigaud dan Forette,
2001)
Seperti diketahui, takanan nadi merupakan
predictok terbaik dari adanya
perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme
pasti hipertensi pada lanjut
usia belum sepenuhnya jelas. Efek
utama dari ketuaan
normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan
aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah
besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai
umur. Perubahan ini
menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan
pcningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh
darah menyebabkan peningkatan
resistensi vaskuler perifer.
Sensitivitas baroreseptor juga
berubah dengan umur. Perubahan mekanisme
refleks baroreseptor mungkin dapat
menerangkan adanya variabilitas tekanan darah
yang terlihat pada
pemantauan terus menerus. (
Rigaud dan Forette, 2001; Kuswardhany,2006)
Penurunan sensitivitas
baroreseptor jugamenyebabkan kegagalan
refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi
pada lanjut usia
sering terjadi hipotensi ortostatik.
Perubahan keseimbangan
antara vasodilatasi adrenergic - β dan
vasokonstriksi adrenergik - α
akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan
selanjutnya mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer dan tekanan
darah. Resistensi Na
akibat peningkatan asupan dan
penurunan sekresi juga
berperan dalam terjadinya
hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin
terhadap asupan garam, sistem
renin-angiotensin tidak mempunyai
peranan utama pada hipertensi pada
lanjut usia. ( Rigaud dan Forette, 2001)
Perubahan-perubahan di
atas bertanggung jawab
terhadap penurunan curah jantung (cardiac
output), penurunan denyut jantung,
penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel
kiri, dan disfungsi
diastolik. Ini menyebabkan penurunan
fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju
filtrasi glomerulus.
2.1.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi
Pada Lanjut Usia
Menurut
Darmojo (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah :
a. Penurunanya
kadar renin karena menurunya jumlah nefron akibat proses menua. Hal ini
menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi glomerelo-sklerosis-hipertensi
yang berlangsung terus menerus.
b. Peningkatan
sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau
penurunan kadar natrium.
c. Penurunan
elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan
resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.
d. Perubahan
ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut
pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian
meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis
pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan
darah.
Dengan
perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi
diabetes ras riwayat keluarga jenis
kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol
yang berlebihan (Stockslager, 2008).
Menurut
Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara
lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
1) Jenis kelamin
Prevalensi
terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung
dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita
pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita
hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%. (Anggraini , 2009).
Hipertensi
lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih
banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi
adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah
menopause (Marliani, 2007).
2) Umur
Semakin
tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih
tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih
muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia
tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus
benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi
pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50
tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Hanns
Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah
produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi
semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya
faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam
keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
(Marliani, 2007).
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1)
Obesitas
Pada
usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan
energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas
dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu timbulnya
berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi
(Rohendi, 2008).
Indeks
masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan
darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
2) Kurang olahraga
Olahraga
banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga
isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi
terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu . Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan
darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang
tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung
mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering
jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri
(Rohaendi, 2008).
3) Kebiasaan Merokok
Merokok
menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan
peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri
renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh
dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap
28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak
merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus
diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini
yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan
merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
4) Mengkonsumsi garam berlebih
Badan
kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium
yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium
atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. (Hans Petter, 2008).
5) Minum alkohol
Banyak
penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ
lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk
salah satu faktor resiko hipertensi
(Marliani, 2007).
6) Minum kopi
Faktor
kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75 – 200 mg
kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan
darah 5 -10 mmHg.
7) Stres
Hubungan
antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga
akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan
dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
2.1.6. Diagnosis
Pada semua
umur, diagnosis hipertensi
memerlukan pengukuran
berulang dalam keadaan
istirahat, tanpa ansietas, kopi,
alkohol, atau merokok.
Namun demikian, salah diagnosis
lebih sering terjadi
pada lanjut usia, terutama
perempuan, akibat beberapa faktor seperti
berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup
untuk orang gemuk atau
berlebihan atau orang terlalu
kurus. Penurunan sensitivitas
refleks baroreseptor sering menyebabkan
fluktuasi tekanan darah dan
hipotensi postural. Fluktuasi
akibat ketegangan
(hipertensi jas putih
= white coat hypertension) &
latihan fisik juga
lebih sering pada lanjut
usia. Arteri yang
kaku akibat arterosklerosis menyebabkan tekanan
darah terukur lebih
tinggi. Kesulitan pengukuran tekanan
darah dapat diatasi dengan cara
pengukuran
ambulatory.(Kuswardhani,2006)
Bulpitt et al.(2001)
menganjurkan bahwa sebelum
menegakkan diagnosis hipertensi pada lanjut usia, hendaknya paling
sedikit dilakukan pemeriksaan di klinik
sebanyak tigakali dalam waktu
yang berbeda dalam
beberapa minggu. Gejala HTS yang
sering ditemukan pada lanjut seperti
ditemukan pada the
SYST-EUR trial adalah: 25% dari
437 perempuan dan
21% dari 204
laki-laki menunjukkan keluhan. Gejala yang menonjol yang ditemukan pada
penderita perempuan dibandingkan penderita laki-laki
adalah; nyeri sendi
tangan (35% pada perempuan
vs. 22% pada
laki-laki), berdebar (33% vs.
17%), mata kering (16% vs. 6%), penglihatan kabur (35% vs. 23%), kramp pada
tungkai (43% vs. 31 %), nyeri tenggorok
(15% vs. 7%), Nokturia merupakan gejala tersering pada
kedua jenis kelamin, 68%.(Kuswardhani,2006)
2.1.7. Penatalaksanaan
a.
Pengobatan.
Menurut
: Darmojo (2008), Pemakaian obat pada
lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya :
1) Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan
2) Interaksi obat
3) Efek samping obat.
4) Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat
yang ekskresinya melalui ginjal.
Pengobatan
hipertensi menurut : Kowalski (2010)
tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penderita adalah :
1) Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya
faktor resiko kardiovaskuler
2) Penyebab langsung hipertensi sekunder atau
primer
3) Organ yang rusak karena hipertensi.
Melaksanakan
terapi anti hipertensi perlu penetapan jadwal rutin harian minum obat,
hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan stroke dan serangan jantung.
Mencatat obat-obatan yang diminum dan keefektifan mendiskusikan informasi ini
untuk tindak lanjut. (Stoskslager, 2008)
Pengendalian
tekanan darah dan efek samping minimal diperlukan terapi obat -obatan sesuai,
disertai perubahan pola hidup. Umur
dan adanya penyakit
merupakan faktor yang akan mempengaruhi metabolisme dan
distribusi obat, karenanya harus
dipertimbangkan dalam memberikan
obat antihipertensi. Hendaknya
pemberian obat dimulai dengan
dosis kecil dan kemudian ditingkatkan secara
perlahan. Menurut JNC VI
pilihan pertama untuk pengobatan pada
penderita hipertensi lanjut usia
adalah diuretic atau
penyekat beta. Pada HST,
direkomendasikan penggunaan diuretic
dan antagonis kalsium. Antagonis
kalsium nikardipin dan
diuretic tiazid sama dalam
menurunkan angka kejadian kardiovaskuler. Adanya penyakit
penyerta lainnya akan
menjadi pertimbangan dalam
pemilihan obat antihipertensi.
Pada penderita dengan penyakit jantung koroner,
penyekat beta mungkin
sangat bermanfaat; namun demikian
terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti
penyakit arteri tepi,
gagal jantung/ kelainan bronkus
obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan
gangguan fungsi jantung
dan gagal jantung kongestif,
diuretik, penghambat ACE (angiotensin convening
enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan ptlihan terbaik.
Obat-obatan yang menyebabkan
perubahan tekanan darah postural
(penyekat adrenergik perifer, penyekat alfa
dan diuretik dosis
tinggi) atau obat-obatan
yang dapat menyebabkan
disfungsi kognitif (agonis α
2 sentral) harus diberikan dengan
hati-hati. Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain dan pemberian
lebih dari satu
jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi obat
antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan efek antihipertensi misalnya
: obat anti psikotik tcrutama fenotiazin,
antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin, baklofen
dan alkohol. Obat yang memberikan
efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan
obat antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang
menyebabkan toksisitas adalah:
(a) tiazid: teofilin meningkatkan
risiko hipokalemia, lithium risiko
toksisitas meningkat, karbamazepin risiko hiponatremia
menurun; (b) Penyekat
beta: verapamil menyebabkan bradikardia,
asistole, hipotensi, gagal jantung;
digoksin memperberat bradikardia,
obat hipoglikemik oral meningkatkan efek hipoglikemia, menutupi
tanda peringatan hipoglikemia.
(Kuswardhany,2006)
Dosis beberapa
obat diuretic penyekat beta, penghambat ACE, penyekat
kanal kalsium, dan penyakat alfa yang dianjurkan pda
penderita hipertensi pada lanjut usia
adalah sebagai berikut:
Dosis obat- obat
diuretic (mg/hari) msialnya: bendrofluazid
1,25- 2,5, klortiazid 500-100,
klortalidon 25-50,
hidroklortiazid 12,5-25, dan indapamid
SR 1,5. Dosis obat-oabat penyekat beta
yang direkomendasikan adalah:
asebutolol 400 mg sekali atau dua
kali sehari, atenolol 50
mg sekali sehari,
bisoprolol 10-20 mg sekali
sehari, celiprolol 200-400
mg sekali sehari, metoprolol 100-2000
mg sekali sehari,
oksprenolol 180-120 mg dua
kali sehari, dan
pindolol 15-45 mg sekali
sehari. Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah:
kaptopril 6,25-50 mg
tiga kali sehari, lisinopril
2,5-40 mg sekali
sehari, perindropil 2-8 mg sekali
sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali
sehari. Dosis obat-obat
penyakat kanal kalsium
yang dianjurkan adalah: amlodipin
5-10 mg sekali sehari, diltiazem 200
mg sekai sehari,
felodipin 5-20 mg
sekali sehari, nikardipin 30 mg
dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg
sekali sehari, verapamil
120-240 mg dua kali
sehari. Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah; doksazosin
1-16 mg sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari.
(Kuswardhany,2006)
b. Non Farmakologi
Upaya
non farmakologi menurut: Darmojo (2006) terdiri atas:
1) Berhenti merokok
2) Penurunan berat badan yang berlebihan
3) Berhenti/mengurangi asupan alkohol
4) Mengurangi asupan garam.
Upaya
non farmakologi menurut: stanley (2007) pencegahan primer dari hipertensi
esensial terdiri atas:
1) Mempertahankan berat badan ideal
2) Diet rendah garam
3) Pengurangan stres
4) Latihan aerobik secara teratur.
saya butuh daftar bukunya.
BalasHapusterimakasihh, sangat bermanfaat...
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung ke blog saya.. :)
Hapuskok gambar nya ga muncul
BalasHapusSaya punya nenek yang sudah lanjut usia. 2xseminguu pasti ke puskesmas untuk cek tensi. Dan tekanan drah sistolnya kisaran 160-180. Obat penekan hupertensi yg diberikan adlh captopril dan efek pd nenek sya adlah dya batuk kering yg parah hingga tengah malam san dya sering pucat krna kirang istirahat. Baiknya harus bgaimana Krena kebiasaan orang tua kalau di kasih tau buat cek ke dokter suka ngeyel
BalasHapusmohon maaf atas keterlambatan respond nya..:)
Hapusmenurut hemat saya, captopril bukanlah obat yg tepat terutama pd penderita hipertensi lansia krn sering memberikan efeksamping batuk. memang di puskesmas memiliki stok dan jenis obat yg terbatas...sistol 160-180 bukanlah hipertensi yg ringan mbk..hrs ditangani dgn seksama supaya tdk berisiko pd strok dll..untuk kasus nenek mbk alangkah baiknya diberikan kombinasi terapi..
jika perlu diperiksakan ke RS terdekat supaya mendapat penanganan yg lbh efektif dan efisien